Minggu, 13 Januari 2013

PENAFSIRAN ALKITAB


PENAFSIRAN ALKITAB
(Sebuah Pengantar Awal) 

Pengantar 

          Penafsiran yang saya maksudkan dalam tulisan sederhana di bawah ini, hanya merupakan garis besar atau prinsip-prinsip dasar dari penafsiran Alkitab.  Otoritas Alkitab menjadi semakin nyata, bila kita memahami Alkitab itu sendiri. 
          Biasanya orang tidak mengerti Alkitab, disebabkan karena:
a).    Ada kelompok yang putus asa, yang memahami bahwa Alkitab adalah sebuah buku yang sulit untuk dimengerti. Alkitab itu benar sebagai Alkitab, bila sulit dimengerti. Bila Alkitab dapat dimengerti, seolah Dia tidak benar sebagai Alkitab.
b).    Kelompok yang membelokkan atau memutarbalikkan makna yang tertulis dari Alkitab, sehingga sesuai dengan lingkungan mereka. Alkitab dipakai untuk mengajarkan keinginannya. Dia tergoda untuk mengontrol Alkitab, dan bukan lagi Alkitab yang mengonrol hidupnya (kita lihat  Yesaya 42:18-20 sebagai contoh).
Untuk lebih mengerti pemahaman penafsiran Alkitab ini, kita melihat ada empat (4) prinsip dasar penafsiran Alkitab. Prinip ini keluar dengan sendirinya dari Alkitab itu sendiri dan dari sifat Allah sendiri sebagaimana dinyatakan Alkitab. Berhala-berhala adalah bisu, tetapi Allah adalah hidup dan telah berfirman. Mengapa Allah berfirman, dan bagaimanakan Dia berfirman ? Pertanyaan inilah yang melahirkan prinsip ini.
 

1. Prinsip Kesederhanaan (principle of simplicity)

          Dalam prinsip ini, kita mencari makna yang wajar dari Alkitab. Allah berbicara, adalah supaya bisa dimengerti. Berbicara adalah komunikasi yang paling langsung. Kita berbicara agar dimengerti. Dan tujuan bicara adalah komunikasi saling pengertian, saling memahami. 
          Allah juga demikian. Allah berfirman, agar bisa dimengerti. Allah, yang adalah terang dan bersifat terang, mengungkapkan diriNya agar dapat memberi terang seperti lampu memperlihatkan segala sesuatu. Allah ingin dikenal, karena itulah Dia bersabda (bnd. Mzm 119). Karena itu, Alkitab bukan buku teka-teki. Alkitab mudah dipahami, karena dia sendiri bersifat transparan. 
          Memang ada bagian-bagian Alkitab yang sulit dipahami. Namun pesan atau amanat yang mendasar (esensial) dari Alkitab, jelas mudah dimengerti, yaitu jalan keselamatan melalui dan di dalam diri Yesus Kristus.
Dalam hal ini, kita harus waspada dan kritis terhadap dua (2) model penafsiran, yang biasa disebut dengan penafsiran Allegoris dan penafsiran Anthropomorfis.
Kita menolak penafsiran Allegoris (muluk-muluk), seperti yang sudah diprotes oleh para reformator pada abad-abad pertengahan. Pengertian yang wajar dari suatu ayat Alkitab, tidaklah selalu harfiah. Misalnya Nikodemus, menanggapi kembali ke rahim ibu secara harfiah. Karena itu dia berpikir:  Bagaimana saya kembali ke rahim ibu saya dan dilahirkan ke dua kali ? Padahal ayat ini berbicara secara kiasan. Juga tentang wanita Samaria, yang kepadanya ditawarkan air hidup. Dia menanggapi itu secara harfiah, sehingga dia mengatakan: Tetapi tuan tidak punya ember, sumur ini sangat dalam. Padahal, Yesus memaksudkan Air yang tidak seperti air biasa.
Yang kedua, kita hati-hati terhadap penafsiran Anthropomorfis, yaitu Allah berbicara dalam bentuk manusia. Alkitab sering menyebut bahwa telinga Allah terbuka mendengar doa-doa kita, atau mata Tuhan terbuka melihat kita, tangan dan jari, bahkan hidung Tuhan yang mencium bau harum korban-korban bakaran. Tetapi di sisi lain disebut bahwa Allah itu Roh adanya. Berarti Allah tidak punya tubuh, tangan, telinga, hidung dan sebagainya.
Inilah yang disebut dengan ungkapan anthropomorfis, satu cara yang mengungkapkan seolah-olah Allah itu manusia. Ini tidak harus ditanggapi secara harfiah. Misalnya: Mata Tuhan melihat ke sana dan ke mari, ke seluruh bumi. Itu tidak berarti ada dua (2) mata Allah yang melihat ke sana dan ke sini. Ini memberi kiasan, bahwa Allah melihat dan memandang kita di mana saja.
Contoh lain, ada ayat-ayat yang puitis (seperti Mzm 19) yang menyebut bahwa ”langit” menyatakan kemuliaanNya, matahari ke luar dari kemah seperti pengantin, Matahari berlari melintasi langit seperti atlit. Di sini Matahari diumpamakan seperti orang yang tinggal di kemah, sebagai pengantin dan atlit. Hal ini adalah ungkapan puitis, bukan ilmiah. Jadi Mazmur 19, tidak menentang ajaran Kopernicus. Bukan mau menhyatakan bahwa Matahari mengelilingi bumi. Jelaslah, bahwa semua yang dinyatakan di dalam Alkitab adalah benar. Tetapi memang, tidak semuanya pernyataan dalam Alkitab secara harfiah benar.     

2. Prinsip Sejarah (principle of history)  

          Prinsip ini menyatakan bahwa Allah berbicara dalam konteks yang tepat. Allah bukan berbicara dalam kekosongan, tetapi bicara di dalam suatu konteks sejarah kemanusiaan yang tepat. Allah turun di dalam situasi penulis-penulis Alkitab. Dia menurunkan diriNya pada level atau tingkat mereka. Dia menyatakan diri dan kehendakNya dalam pengertian yang mereka dapat pahami. Ini diungkapkan dalam inkarnasi Allah sebagai penyataan diriNya. 
          Ketika Allah mendatangi kita, maka Dia mengambil bentuk tubuh manusia. Dan ketika Allah berbicara, Ia menggunakan bahasa manusia. Bentuk tubuh manusiawi yang dipilih dan dipergunakan oleh Allah, adalah bentuk tubuh seorang laki-laki Yahudi pada abad  I. Dan bahasa yang digunakan adalah bahasa Ibrani kuno dan bahasa Yunani sederhana sehari-hari.  
          Inilah prinsip sejarah, mengantar kita kepada kepengarangan ganda akan Alkitab. Alkitab adalah Firman Allah, sekaligus ”kata-kata” manusia. Dan sesungguhnya, Alkitab adalah Firman Allah melalui kata-kata manusia (bnd. Hukum Taurat, kadang-kadang disebut Hukum Allah dan kadang sebagai hukum Musa). Contohnya: Ibrani 1:1ff menyatakan bahwa Allah berbicara pada bapak-bapak orang beriman melalui para nabi. Tetapi dalam 2 Petrus 1:21, orang-orang berbicara dari Allah. Manakah yang benar ? Keduanya adalah benar, yakni bahwa Allah berbicara melalui manusia, dan juga manusia berbicara atas nama Allah.
Kita tidak boleh meremehkan yang satu dan menekankan yang lainnya. Di satu pihak Allah berbicara, tetapi tidak merendahkan kepribadian manusia atau penulis-penulis itu. Di pihak lain, manusia berbicara, dan waktu mereka berbicara, mereka menggunakan seluruh indera mereka, tetapi mereka tidak memutarbalikkan kebenaran, pesan, amanat yang ilahi itu.
Kepengarangan ganda ini, mengajarkan kepada kita bagaimana membaca Alikitab dengan dua (2) cara, yakni:
i.             Karena Alkitab adalah Firman Allah, maka kita membacanya tidak sama dengan buku-buku lain. Karena itu, sebelum membacanya kita berdoa dengan rendah hati, dan dengan penuh penerimaan. Dan kita mengharapkan Allah berbicara kepada kita melalui FirmanNya.
ii.            Karena Alkitab juga adalah buku yang ditulis manusia, maka kita membacanya seperti buku-buku lain yang ditulis oleh manusia. Kita memperhatikan konteks-konteks historis, geografi dan kebudayaan setempat, termasuk tata-bahasa dan kata-kata yang digunakan.
Dalam prinsip sejarah ini, kita mencari makna asli, dan kita harus kembali ke situasi ayat itu disampaikan. Itulah exegese; bukan isegese.  

 

3. Prinsip Keselarasan (principle of harmony)  

          Prinsip ini menyatakan bahwa Allah berfirman, tanpa berkontradiksi dengan diriNya sendiri. Dalam Alkitab, ada kepelbagaian yang bervariasi, tetapi seluruhnya itu merupakan satu kesatuan yang utuh, menyatakan keselamatan dalam diri Yesus Kristus. Tema-tema, kata, ungkaan-ungkapan yang sama terus muncul dari berbagai kitab di Alkitab. Misalnya, tema tentang pewahyuan atau penyataaan, penebusan, pemilihan, perjanjian, anugerah, iman, dan tema-tema lain.
Kepelbagaian dan kesatuan ini disebabkan oleh kepengarangan ganda Alkitab tadi. Karena Allah yang berbicara melalui banyak penulis-penulis yang berlainan, maka ada kepelbagaian (misalnya: Trinitas dalam Perjanjian Baru, dimengerti dalam terang kesatuan Allah dalam Perjanjian Lama; bnd. Yes 6).
Dalam hal ini kita perlu bertobat terhadap dua (2) hal, yakni:
i.             Kita sering minta pimpinan Tuhan, kita berdoa, lalu buka Alkitab. Tutup mata, lalu buka, dan saat itu kita lihat satu ayat, lalu itulah ayat untuk kita. Tetapi bagaimana kalau yang kita baca itu adalah: ”Yudas pergi menggantung dirinya” ? Lalu kita coba lagi untuk kedua kali, tutup mata, lalu tarok pensil, lalu buka mata, dan kali ini kita misalnya membaca: ”Pergilah, lakukanlah hal itu”. Lalu kita coba lagi untuk ke tiga kali, dan kita baca: ” Apa yang akan kamu lakukan, lakukanlah segera” (?).
Harus kita ingat bahwa ayat-ayat Alkitab bukanlah ayat-ayat yang tidak berhubungan satu sama lain, tetapi satu kesatuan yang hidup. Dalam hal ini, kita haruslah mencari makna umum.
ii.            Yang disebut dengan proof text, yaitu membayangkan bahwa anda dapat menyelesaikan masalah dengan mengutip satu ayat. Adalah berbahaya, bila seseorang mencabut ayat-ayat tertentu, untuk mensahkan suatu doktrinnya, atau kehendaknya (ini adalah isegese, dia memakai ayat Alkitab sebagai legitimasi terhadap pikiran atau kehendaknya). Doktrin diungkapkan bukan dalam satu ayat, tetapi dalam suatu kumpulan ayat-ayat. Kita tidak bisa mencabut satu ayat, lepas dari konteksnya. Kita harus baca satu ayat dalam terang ayat-ayat lainnya, dan ayat-ayat dalam terang keseluruhannya. Lalu kemudian kita mencari keselarasan ayat-ayat yang satu dengan yang lain (bnd. Yakobus dengan Paulus).  
          Contohnya, bagaimanakah dua pandangan (Yakobus dan Paulus) ini bisa bertemu ? Luther mengatakan tidak mungkin. Maka dia menolak Yakobus. Namun kita sebenarnya dapat menyelaraskan kedua pandangan itu, bila kita membacanya dalam konteks masing-masing. Yakobus berkata, bila hanya percaya begitu saja, itu tidak menyelamatkan siapapun (bnd. Yak 2:19). Iman yang hidup dan menyelamatkan akan diwujudkan dalam perbuatan baik. Hanya, Paulus menekankan sisi imannya. 

4. Prinsip Modernitas (principle of modernity)  

          Prinsip ini menekankan, bahwa Allah berfirman melalui apa yang telah disabdakanNya. Problem utama yang kita hadapi dalam membaca Alkitab, adalah kesenjangan budaya antara dunia modern dengan dunia Alkitab dahulu. Di antara masa hidup kita sekarang dengan dulu ada 2000 tahun, dengan kebudayaan yang berobah-obah dan berbeda.
Dari sisi ini, Alkitab bisa terasa asing, kuno dan ketinggalan jaman. Namun, Alkitab bukan fosil yang ditempatkan di museum rumah kaca. Alkitab, adalah amanat yang hidup untuk masa kini. Alkitab adalah peristiwa Allah berkhotbah atau ber-Firman. Melalui apa yang tertulis dalam Alkitab, Allah berbicara pada masa kini, sehingga kita harus mencari arti untuk masa kini, bukan untuk masa dahulu saja.- 


                                                                                                      banner.siburian@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar