Sabtu, 04 Desember 2010

ARAH PROGRAM HKBP SUKAJADI 2011


Arah Program dan Pokok-Pokok Pikiran
Tahun Jubileum HKBP 2011
Dan Evaluasi Tahun Penatalayanan
HKBP Sukajadi - Pekanbaru
Tahun 2010















Diajukan Kepada Rapat Parhalado Partohonan
Dan Rapat Huria HKBP Sukajadi Pekanbaru

Arah Program dan Pokok-Pokok Pikiran

Tahun Jubileum HKBP 2011

Dan Evaluasi  Tahun Penatalayanan

HKBP Sukajadi - Pekanbaru 2010


 









I. Pendahuluan

 Jubileum 150 tahun HKBP akan tiba pada tahun 2011 mendatang. Tahun Jubileum ini sebelumnya telah didahului masing-masing dengan tahun Koinonia, tahun Marturia, tahun Diakonia, tahun Penatalayanan HKBP.

 

Secara khusus, penatalayanan (stewardship) diterjemahkan dari kata Yunani “oikonomos” (1 Kor 4 : 1), menjadi “hajuarabagason”. Intinya adalah menjadi haposan, terpercaya, credible, sebagai buah iman dalam setiap insan, seperti Yusuf haposan di rumah Potifar. Dengan tahun Jubileum ini, kita semua secara bersama, harus tetap membina dan mengembangkan pelayanan dalam bingkai tri-tugas panggilan gereja.

 

Jubileum 150 tahun HKBP kita rayakan dan hidupi dalam terang persekutuan yang hidup (koinonia), dalam semangat bersaksi (marturia), dalam semangat melayani (diakonia) serta dalam kesatuan paham dan komitmen hidup menjadi terpercaya (‘haposan, credible’), baik para pelayan HKBP secara kolektif,  segenap ‘organ-organ’ panghobasi dalam gereja (menempatkan “tohonan” masing-masing menjadi terpercaya) maupun segenap warga jemaat (ruas) dalam keseharian hidupnya masing-masing.


II. Arah Tahun Jubileum HKBP 2011
2.1.  Dasar Teologis Sederhana

 

Jubileum memiliki hakekat makna yang sejajar dengan Sabbat (bnd. Kel 20:8-11). Kata ‘sabat’ berasal dari kata Ibrani syabbat, dari akar kata syavat, yang artinya ‘melepaskan’ (satu dari 7 hari harus diindahkan sebagai hari suci bagi Allah). Sabbat ini juga sering dipahami sebagai hari pembebasan yang mengacu kepada pengalaman bangsa Israel keluar dari perbudakan.

 

Dalam Keluaran 16:21-30 misalnya disebut secara langsung tentang sabbat yang dikaitkan dengan pemberian “manna”. Sabbat di sini dinyatakan sebagai anugerah Tuhan (ay 29), yang diperuntukkan bagi istirahat dan demi kepentingan umat (ayat 30). Sabbat adalah milik Tuhan (Kel 20:8-11,14). Oleh karena sabbat adalah milik Tuhan, maka dia harus diindahkan sesuai dengan perintah Tuhan sendiri (Bil 15:32-36).

 

Israel diperintahkan untuk mengindahkan sabbat, agar hamba laki-laki dan perempuan dapat beristirahat seperti mereka. Di sini kemanusiaan amat ditekankan. Sabat diadakan adalah untuk manusia. Israel pernah menjadi budak di Mesir dan sudah dibebaskan. Maka, Israel pun haruslah menerapkan belas-kasihan sabbat terhadap orang-orang yang berada di bawah kekuasaan mereka (apakah sebagai budak atau pekerja misalnya).

 

Dalam Perjanjian Baru, Yesus sendiri adalah Tuhan atas sabbat (Mrk 2:28). Bagi Yesus, arti sabbat yang sesungguhnya adalah bagi manusia (bnd. Luk 4:16). Tetapi, Yesus tidak terkonsentrasi atas sabbat secara seremonial semata-mata. Bagi Yesus, muatan sabbat adalah aksi dan tindakan berbuat belas-kasihan (Yoh 5:1-18; Luk 13:10-17; 14:1-6).

 

Di sini lain, istilah sabbat juga mengacu kepada Imamat 25 (khususnya ayat 4-5) mengenai tanah perjanjian. Di situ disebut bahwa tanah harus mendapat perhentian (arets syabbat). Sesudah 6 tahun masa menanam, pemeliharaan dan panen, maka tanah dibiarkan untuk tidak ditanami selama satu tahun. Tanaman yang tumbuh sendiri di sana diperuntukkan untuk orang miskin serta hewan (Kel 23:11; Ul 15:2-18). Dan untuk menenangkan kekuatiran umat Israel akan kekurangan, maka Tuhan menjamin bahwa tahun ke-6 akan menyediakan cukup tuaian buat 3 tahun (Im 25:20ff).

 

Puncak tahun-tahun sabbat itulah yang disebut dengan TAHUN JUBILEUM, yakni kelipatan 25 tahun, terutama yang berpuncak pada tahun ke-50 pada tahun berjalan. Jubileum itu sendiri berakar dari kata Ibrani Yubilium, dari kata dasar Yovel yang berarti ‘domba jantan’ dan ‘berterompet’. Israel memang sering memakai terompet dengan bahan dasar ‘tanduk domba jantan’ untuk merayakan tahun sukacita dan tahun pembebasan tersebut. Pada pesta ini, bagi umat Israel, hak milik akan dikembalikan kepada pemilik aslinya. Hutang-hutang dinyatakan lunas. Orang Ibrani yang menjadi budak akibat hutang, harus dibebaskan. Tahun Jubileum menjadi momentum untuk pengucapan syukur sekaligus penerapan iman (Im 25:8ff).

 

Tahun Jubileum ini juga sekaligus menjadi momen penyadaran, bahwa manusia bukanlah pemilik tanah. Manusia hanya “mempunyainya” dalam kepercayaan atas Tuhan (Im 25:23). Orang Israel juga harus mengingat dan menyadari bahwa mereka tidak pernah memiliki apapun berdasarkan warisan, karena mereka juga dahulu adalah budak di Mesir (Ul 15:15). Karena itu, sejatinya tahun Jubileum inipun juga harus sekaligus menjadi tahun untuk bermurah hati. 


2.2. Perspektif Tahun Jubileum HKBP 2011

 


Berangkat dari kajian teologis di atas, maka kita perlu memiliki kesamaan persepsi dasar akan arah tahun jubileum 150 tahun HKBP, khususnya di HKBP Sukajadi ini. Beberapa hal yang mendasar adalah sebagai berikut:


2.2.1. Tahun Pembebasan atau Tahun Pelepasan

 

Jubileum 150 tahun HKBP memuat makna pembebasan dan pelepasan (‘syabbat’, dari akar kata syavat, yang artinya ‘melepaskan’). Perbudakan harus dihentikan, sebagai hari pembebasan yang mengacu kepada pengalaman bangsa Israel keluar dari perbudakan. Kita perlu sungguh-sungguh mengkaji dan menyepakati bentuk atau muatan ‘pembebasan’ itu dalam gereja kita, misalnya kesungguhan membebaskan warga jemaat kita dari kungkungan yang ada (misalnya RPP), atau ‘pemutihan’ Pelean Taon/Bulanan untuk tahun sebelumnya (?: contoh kecil), lalu memulainya dari awal pada tahun 2011 ini, sebagai salah satu bentuk ‘manna’ dalam kehidupan bergereja kita. 

 

Seperti hamba laki-laki dan hamba perempuan Israel yang diperintahkan untuk mengindahkan sabbat, dengan waktu khusus istirahat. Ini perlu kita aplikasikan misalnya agar setiap pekerja di gereja kita diberi waktu khusus dapat beristirahat, berikut dengan para pelayan penuh waktu. Kita juga perlu mengkaji (atau mungkin menyuarakan suara nabiah gereja), agar setiap instansi yang ada (negeri atau swasta) atau institusi lain, memberi peluang kepada warga jemaatnya untuk beribadah kepada Tuhan, sebagai hak yang harus dibayar oleh mereka.

 

2.2.2. Tahun Untuk Berbelas Kasihan

Sebagaimana Israel pernah menjadi budak di Mesir dan sudah dibebaskan, maka Israel pun haruslah menerapkan perilaku dan tindakan belas-kasihan sabbat terhadap orang-orang yang berada di bawah kekuasaan mereka (apakah sebagai budak atau pekerja misalnya, atau sekarang ini semisal PRT). Yesus adalah Tuhan atas sabbat (Mrk 2:28). Arti sabbat yang sesungguhnya adalah bagi manusia (Luk 4:16), bukan sekedar untuk dirayakan secara seremonial. Muatan sabbat adalah berbuat belas-kasihan (Yoh 5:1-18; Luk 13:10-17; 14:1-6).


Oleh karena itu, tahun jubileum ini sejatinya haruslah menunjukkan secara tegas muatan berbelas kasihan dari gereja (secara institusi/lembaga), bahkan setiap warga gereja kita secara pribadi/keluarga maupun jabatan, pekerjaan, pangkat yang melekat dalam diri mereka masing-masing.

 

Kita perlu memikirkan dan mengkaji bentuk pelayanan berbelas kasihan kepada pelayan di gereja, pekerja di gereja bahkan para pembantu dalam rumah-tangga yang ada di rumah warga gereja kita. Para pengusaha, pejabat, pemilik modal, pengusaha dari warga gereja kita (majikan), harus menunjukkan bentuk bermurah hati kepada para karyawan dan pekerja yang ada di lingkungan mereka.  Demikian juga bentuk murah hati kita kepada orang-orang miskin lainnya.  


2.2.3. Tahun ‘Terompet’ Murah Hati

Telah disebutkan di atas bahwa TAHUN JUBILEUM, terutama berpuncak pada akhir tahun ke-50-an. Jubileum itu sendiri berakar dari kata Ibrani ‘yubilium’, dari kata dasar ‘Yovel’ yang berarti ‘domba jantan’ dan ‘berterompet’ dengan musik dari  ‘tanduk domba jantan’ untuk merayakan tahun sukacita dan tahun pembebasan tersebut. Kita perlu mengkaji dan memikirkan bentuk masa kini dari “terompet tanduk domba jantan ini”, misalnya kembali kepada musik alami, atau memberi perhatian khusus kepada ‘sound system’ yang sudah “hosa-hosa” atau “tertekan batin”. Musik dan sound system yang baik, tentu dapat mempengaruhi tingkat penerimaan warga jemaat dalam hidup beribadah. Molo batuk-batukon do mik i, ruas i pe mongkol-ongkol ma di parmingguan i

 

Kita prihatin, kebesaran HKBP terlalu sering tidak diimbangi dengan fasilitas penunjang dalam gereja. Bahkan sering terjadi, kebesaran HKBP tidak sanggup membuat alat musik dan sound system yang lebih baik. Fasilitas penunjang lain, sejatinya harus membuat kita bersukacita. Apakah rumah pelayan di gereja telah dapat membuat mereka melayani dengan penuh sukacita, dan dapat mempersiapkan khotbah (misalnya) mereka dengan baik ? Atau jangan-jangan kita hanya sanggup menuntut kualitas pelayan, tetapi fasilitas penunjang untuk itu hanya asal ada saja ?

 

Tahun Jubileum ini sekaligus menjadi momen penyadaran, bahwa manusia bukanlah pemilik tanah. Kita bukan pemilik atas diri kita. Kita hanya “wadah titipan Tuhan” untuk mengelola milikNya demi kemuliaan Tuhan. Harta milik kita harus kita pakai dan persembahkan untuk menunjukkan kemurahan hati kita dalam menyokong fasilitas yang baik dalam gereja, sebagai bukti bahw kita ikut serta menjadikan tahun ini sebagai tahun  untuk bermurah hati. 


2.2.4. Pesta Huria Jubileum 150 Tahun HKBP

 

Tahun 2011, dari Kantor Pusat HKBP, Distrik, Ressort dan Huria lokal diserukan untuk menyelenggarakan pesta Jubileum huria (di samping perayaan secara nasional dan wilayah). Pesta Jubileum ini mungkin cocok kita kaitkan dan kaitkan dengan HUT ke 45 tahun depan, agar perayaan-perayaan tidak terlalu banyak, tetapi muatannya dikorelasikan secara serentak. Tentu muatan pesta Jubileum di tingkat huria ini, dapat mengkaji lebih lanjut muatan-muatan makna Jubileum sebagaimana dipaparkan di atas, sesuai dengan kebutuhan jemaat lokal.    


 2.2.5. Kebaktian Khusus Parhalado-Keluarga

 

Meski tidak secara implisit dikandung dalam makna tahun Jubileum, kita sadar, bahwa Parhalado yang sungguh memahami tugas pelayanannya, pasti membawa sukacita bagi warga jemaat. Parhalado itu tidak berjalan sendiri tanpa ditopang keluarga. Kami menangkap kesan, parhalado dan keluarga satu sama lain, belum sepenuhnya saling mengenal. Keluarga harus menjadi bagian yang penting dalam tugas pelayanan parhalado. Kita semua harus saling menopang. Maka, dibutuhkan misalnya KEBAKTIAN PARHALADO-KELUARGA sekali sebulan (saat seperti sermon) untuk mempererat persaudaraan, pembinaan keluarga parhaldo. Sermon tetap disediakan, tetapi tidak lagi untuk dibahas.   

 


III. Evaluasi Tahun Penatalayanan HKBP Sukajadi
3.1.  Kebersihan Gereja dan Lingkungan

 Jujur, kebersihan sering kita anggap remeh. Padahal Alkitab menjungjung tinggi kebersihan, baik fisik, jiwa terutama iman. Bagaimana mungkin kita bisa membersihkan jiwa yang tidak kelihatan, jika kita tidak  mampu membersihkan tubuh dan lingkungan yang kelihatan? Bagaimana mungkin kita bisa membersihkan sampah dari hati dan pikiran kita, jika kita tidak membersihkan sampah dari rumah, sekolah atau kantor kita ?

 


·        Gereja kita, kantor, rumah, halaman, ruang, sekolah, toilet, sedikit mulai bersih.

·        Gereja dan Sekolah belum menyediakan tempat sampah dan menatanya dengan baik.

·        Kita perlu mengevaluasi, dan atau menambah tenaga pegawai kebersihan di Sekolah dan di Gereja.

 

3.2.  Maksimalisasi Warta Jemaat

 

Warta jemaat telah di-design dengan lebih baik, serta dicoba menuliskan secara lengkap isi warta jemaat. Warta jemaat ini masih dapat diperbaiki dan ditingkatkan mutunya, antara lain:


·          Warta jemaat tidak lagi dibacakan seluruhnya, kecuali yang wajib dibacakan pada minggu tersebut (misalnya: ‘marbagas’, meninggal, kegiatan mingguan yang sifatnya perlu diwartakan saat itu juga).

 


·        Pelayan dalam daftar kegiatan mingguan/harian agar dicantumkan secara lengkap dalam warta jemaat. 

·        Batas warta dan keuangan masuk adalah setiap Jumat. Yang masuk setelah itu diwartakan minggu depannya.

·        Khusus daftar yang hadir dalam partangiangan, agar ditambah satu kolom khusus (untuk parhalado).

·        Renungan minggu agar ditulis dengan sebaik-baiknya dengan bahasa yang lebih sederhana dan jelas.   


3.3.  Panca Tertib

 

Kita perlu menyadari adanya lima sasaran utama yang harus kita benahi dengan lebih tertib, di tengah-tengah pelayanan di jemaat (huria) basis, yakni (Struktur/organisasi, personalia, keuangan, administrasi, inventaris): 



·        Struktur organisasi kita disesuaikan dengan Aturan dan Peraturan (AP HKBP) 2002. Uluan, pembina dan paniroi dan fungsi pelayan penuh waktu  agar disepadankan dengan AP HKBP sesuai fungsinya.

·        Personalia: setiap dewan, seksi, panitia memperlengkapi kepersonaliaannya, mengajukan yang kosong untuk diganti.

·        Keuangan: Setiap tanda terima (di huria dan di Weijk) dilengkapi dengan tanda terima rangkap 3. Yang memberi uang/persembahan, harus ada bukti tanda terima.

·        Administrasi: Setiap pengajuan proposal  memberbanyak minimal 3 hari sebelum sermon. Masing-masing diberi sedikitnya kepada: uluan, parartaon dan bendahara. Pelaporan kegiatan selambatya 2 minggu setelah kegiatan selesai. Program berikut belum bisa berjalan, sebelum hasil kegiatan sebelumnya dilaporkan.  Bericht setiap tahun dilaporkan/dikirimkan ke kantor pusat HKBP.

·        Inventaris: Data yang sudah ada dibuat numerisasinya (label), dilengkapi dengan taksiran harga.

·        Laporan keuangan dan daftar inventaris Yayasan, belum dilaporkan secara teratur.


3.4.  Data-base

 

Data-base huria merupakan fakta riil keadaan jemaat. Semakin baik dan lengkap data-base huria, semakin menolong kita untuk mencari apa pelayanan yang dibutuhkan warga jemaat. Beberapa hal yang perlu kita evaluasi: 


·        Nomor Register Anggota Jemaat (NRAJ) belum terealisasi sampai sekarang. Mungkin, atau bila mungkin, dibutuhkan seorang lagi pegawai kantor gereja. 

·        Data-base pelayan dan sintua masih kurang lengkap (misalnya tanggal tardidi tidak ada, atau memang belum tardidi ?, sidi, menikah, pasu-pasu sintua). 

·        Perlu ketegasan, siapa yang bertanggungjawab untuk secara teratur mengisi buku-buku:  daftar anak lahir, babtis, sidi, martumpol, nikah, jemaat baru, pindah, RPP, meningggal, jemaat marguru, ‘na ro sian parugamo na asing’.

·        Sekretaris:  memperbanyak daftar warga di weijk, menyerahkan ke sintua weijk, dan secara bersama melihat kebenaran data weijk masing-masing.



3.5.  Keuangan/Persembahan

 

Kita telah memutuskan pnghitungan persembahan setiap jam kebaktian minggu, dikoordinir parhalado parartaon. Hasil penghitungan dibuat rangkap 4 (yang menghitung, parartaon, administrasi dan bendahara). Amplop syukur dalam persembahan minggu, agar dituliskan pada lembaran penghitungan tersebut.



·        Hal ini belum sepenuhnya berjalan, karena belum semua parartaon melakukan tugasnya secara rutin. Perlu pembagian tugas parartaon pada jam minggu. 

·        Ketentuan pemakaian persembahan dalam kebaktian minggu di HKBP: Pelean Ia (rutin huria), Ib (huria, renovasi, pembangunan internal di huria), Pelean II (Kantor Pusat). Uang pembangunan dicari melalui pesta, donatur, usaha panitia, dlsb.

·        Pelean partangiangan: Pertama (operasinal huria), dan Kedua (diakoni huria atau zending). Seyogyanya pelean partangiangan semuanya masuk ke huria.

·        Kas weijk sebaiknya dilakukan setelah partangiangan. Bila tidak, perlu keseragaman, misalnya 1/3 jumlah pelean ke kas, 2/3 ke huria. Sangat tidak “huria”, bila pelean ke huria lebih sedikit dibanding kas weijk.

·        Sudah kita putuskan gaji pelayan diganti menjadi “Balanjo” pelayan. Waktunya juga adalah setiap awal bulan. Ini juga tidak terlaksana sepenuhnya. Ke depan ini harus terlaksana, karena pelayan gereja berbeda dengan kantor (gajian).

·        “Remunerasi” pelayan sudah dikirim kantor pusat HKBP. Tetapi di gereja kita, ini tidak terlaksana. Seyogyanya hal ini adalah otomatis diperhitungkan, dengan pos (misanya tak terduga). 


3.6.  Kebaktian Weijk

 

Kebaktian weijk adalah bagian ibadah dalam gereja HKBP. Salah satu muatan tahun penatalayanan HKBP adalah ‘MENGEMBALIKAN JATI DIRI HKBP’. Dalam rangka itu, kebaktian weijk perlu kita kembalikan sesuai dengan jati diri HKBP, antara lain: 


·        Lagu penutup partangiangan weijk, ada baiknya kita kembalikan ke lagu penutup dalam ibadah HKBP, yakni: “Amen…Amen…Amen…” (hanya weijk XIII yang menutup ibadah dengan “amen…amen…”. 

·        Bila ada perasaan membosankan, boleh disepakati salah satu lagu dari Buku Ende (misalnya: BE. 36:3).

·        Perlu keseragaman sebagai ciri khas dan jati diri HKBP. Ada weijk, memulai dengan doa, yang lain tidak ada. Ada weijk, setelah ibadah melanjutkan bernyanyi “Saya mau ikut Yesus”, yang lain tidak ada.

·        Kehadiran jemaat dalam partangiangan dikolomkan dengan: Parhalado, Bapak, Ibu, Pemuda/i dan Anak. Ini penting mengetahui kesungguhan parhalado ke partangiangan, juga realitas warga yang hadir.

·        Alamat partangiangan weijk, agar ditulis selengkap-lengkapnya, dengan nomor rumah (tidak cukup misalnya hanya dengan: “Jalan Garuda…” ).

·        Diskusi (‘sharing’) sesuai tema khotbah dalam partangiangan perlu kita adakan (untuk tahun 2011). Dasarnya adalah berbagai pengalaman dan pengertian akan Firman Tuhan.

·        Bila ini disepakati, maka acara partangiangan perlu disederhanakan (misalnya: epistel murni ayatnya sesuai Almanak, doa cukup satu orang, parjabu atau yang hadir, waktunya lebih dipercepat).

·        Perlu pelurusan dan komitmen akan ketentuan pemakaian persembahan dalam kebaktian minggu di HKBP: Pelean Ia (rutin huria), Ib (huria, renovasi, pembangunan internal di huria), Pelean II (Kantor Pusat). Uang pembangunan dicari melalui pesta, donatur, usaha panitia, dlsb.


3.7.       Pengembangan NHKBP

 

Dari data-base sementara, ada 450 lebih pemuda di gereja kita ini. Ini merupakan sumber daya dan potensi yang amat kaya, bila kita ‘manage’ dengan serius.


·        Pemetaan NHKBP dan Remaja, sampai sekarang belum ada hasilnya (atau belum dikerjakan sama sekali).


·        Kebaktian pemuda/remaja (komisariat naposo weijk), belum terlaksana. Kebutuhan dan tema pembahasan weijk, sangat tidak relevan untuk naposo/remaja.

·        Kebaktian sore, ‘nampaknya’ sangat lambat perkembangannya. Ada kesan, seolah kebaktian ini hanya untuk remaja. Naposo pun agak enggan bergabung dengan mereka.  Padahal, kita telah sepakat, setiap ibadah minggu di HKBP sama derajatnya. Maka perlu pembenahan minggu sore, agar diminati naposo bahkan warga jemaat orangtua.

·        Warga jemaat yang arisan banyak juga pada hari minggu. Kalau jam 5 sore, ini merupakan “waktu tanggung” bagi mereka. Perlu kita kaji, apakah waktu ibadah minggu sore, misalnya dimundurkan menjadi jam 18.00 WIB.

·        Musiknya perlu dikaji dan dimodifikasi, agar lebih cocok bagi semua kalangan warga jemaat, bukan sekedar kuat, bahkan sering nyanyian warga jemaat menjadi tidak kedengaran. Diharapkan kerjasama dengan Seksi Musik dan Dewan Marturia.


3.8.  Sarana/Prasarana Umum

 


Hampir tidak ada sarana/prasarana yang berarti yang kita kerjakan pada tahun 2010 ini. Kecuali penambahan beberapa tong sampah (tetapi lebih sering tidak dipakai dan ditempatkan di tempatnya), pemasangan jaringan internet Speedy. 

·        Ruang rapat belum terlaksana. Perlu kesepatakan, yang mengerjakannya adalah ‘designer’ khusus.

·        Lantai 2 konsistori, tidak terlaksana menjadi ruang konseling dan kantor pendeta, lengkap dengan kursi tamu dan TV.

·        Perumahan pelayan (sebagian) sudah amat tidak layak (terutama bagi yang berkeluarga). Perlu hati yang jernih memikirkan hal ini. 


III. Penutup

Demikian beberapa pokok pikiran, rancangan arah program tahun 2011 serta evaluasi program tahun penatalayanan HKBP Sukajadi tahun 2010 ini. Kiranya kita dapat memberi tanggapan yang positif dan membangun, agar Tuhan semakin dipermuliakan melalui gereja kita, dan warga jemaatpun beroleh sukacita melalui pelayanan kasih kita.-

 

Pdt Banner Siburian, MTh

banner_siburian@yahoo.com

www.bannersiburian.blogspot.com

WASPADALAH, WASPADALAH !


Renungan Minggu Advent II, 5 Desember 2010: 



          Saudaraku yang kekasih ! Judul ini bukan mengacu kepada slogan bang napi di RCTI. Judul ini justru menyerukan sikap kita dalam ber-advent, menyambut kedatangan Anak Manusia. Apa hubungannya ? Agar kita tetap waspada. Jangan sampai kita terlena, apalagi tertidur. Sebab, kedatangannya bisa sebentar lagi, atau mungkin saja nanti malam, atau mungkin juga besok dan kapan saja. 

          Teks  Lukas 21:25-33 ini membuka kesadaran bagi kita dalam mengenal tanda-tanca zaman, khususnya dalam menyongsong kehadiranNya kelak. Dalam nats ini, kita melihat terjadinya gejala alam pada matahari, bulan dan bintang, ganasnya deru dan gelora laut serta kuasa-kuasa langit akan goncang (ayat 25-26). Bila kita simak dalam Markus 13:24-25, tanda-tanda alam itu semakin tidak lajim. Mengapa ? Bayangkan ! Matahari jadi gelap. Bulan tak bercahaya. Bintang-bintang berjatuhan.

          Di samping gejala alam itu, kita juga melihat adanya gejala sosiologis. Perhatikan ayat 26, bahwa bangsa-bangsa ketakutan dan kebingungan. Dalam Markus 13:8 disebutkan bahwa bangsa akan bangkit melawan bangsa, kerajaan melawan kerajaan, gempa bumi di berbagai tempat serta kelaparan di mana-mana. Lalu ada juga gejala psikologis (kejiwaan), yakni bangsa-bangsa ketakutan dan kebingungan, orang akan mati ketakutan serta hidup dalam kecemasan.  
                                     
          Meskipun kejadian alam, gejala sosiologis dan psikologis itu terjadi, maksud Firman ini bukan supaya kita menjadi panik dan melangkah tanpa arah. Kejadian-kejadian itu, belumlah akhirnya (ayat 28-31). Justru maksud semua peristiwa itu adalah agar kita bangkit kepada dua hal. Pertama : Kita terbangunkan dan mengangkat kepala, sebab keselamatan kita sudah dekat (ayat 28). Kedua : Agar kita membuka mata lebar-lebar melihat kedatangan Anak Manusia dengan segala kekuasaan dan kemuliaanNya (ayat 27). Inti seruan advent di sini: Angkat kepalamu dengan tegak dan buka matamu lebar-lebar untuk melihat. Tetapi, jangan hanya tegak, tetapi tidak melihat.  Itu namanya tegak berlagak ! 

          Waspadalah, agar jangan sampai peristiwa pilu tak membuat kepala kita tegak dan mata kita terbuka. Tsunami Aceh dan Nias, bencana Warrior dan gunung Merapi Yogyakarta serta tsunami Mentawai, sejatinya membuat kita lebih mendekatkan diri kepadaNya. Pertanyaan yang harus kita jawab adalah: adakah semua itu membuat kita semakin waspada akan hidup kita ke depan ? 
                                     
          Saudaraku ! Suatu ketika, kita akan lenyap juga dari bumi ini. Tubuh kita ini suatu saat akan kembali ke tanah, dikuburkan ke dalam tanah, lalu di makan cacing di sana. Kita tidak tahu kapan kita mati dan kapan pastinya Yesus Kristus datang kedua-kalinya. Karena itu, waspadalah, agar jangan sampai kita menyandarkan hidup kepada apa yang akan berlalu, tetapi kepada apa yang tidak berlalu, yakni Firman Allah (ayat 33). Advent II ini menyerukan: Keselamatan kita sudah dekat. Jangan sampai kepalamu tidak tegak. Jangan sampai matamu tidak melihat. Jangan sampai kita bersandar kepada apa yang akan berlalu. Waspadalah. Waspadalah ! 

 

Pdt Banner Siburian, MTh

Jumat, 19 November 2010

MUSAFIR MASUK KEMAH SORGAWI


Renungan Minggu Akhir Tahun Gerejawi, 21 November 2010: 


          
Saudaraku yang kekasih ! Segala sesuatu pasti akan berakhir. Hidup kita akan berakhir. Jabatan dan pangkat kita akan berakhir. Kekayaan dan kehormatan kitapun akan berlalu. Kuasa dan kekuatan kita juga akan berakhir. Wajah cantik dan ganteng pun akan berlalu jua. Duka dan suka akan berakhir pula. Tak ada yang kekal dari kita, kecuali Yesus Kristus, yang sudah ada kemarin, hari ini dan esok.  Saudaraku ! Firman ini sedikitnya menyerukan kita akan tiga hal (2 Kor 5:1-10):

          Pertama: Dalam daging, tetapi Hidup dengan Beriman (ay 1-5) ! Manusia, pada hakekatnya terdiri atas tubuh, jiwa dan roh. Tubuh, dalam bahasa Yunani disebut soma,  jiwa disebut psukhe dan roh disebut dengan pneuma. Psukhe itu sama dengan nefesy dalam Perjanjian Lama, pneuma sama dengan ruakh. Manusia sejati sesungguhnya adalah jiwa (psukhe atau nefesy). Sedangkan tubuh (soma) hanyalah tempat kediaman kita yang sementara dan fana. Karena sementara, maka suatu waktu dia akan dibongkar (ay 1). Tubuh ini akan berlalu. Dia akan kembali menjadi tanah yang membusuk, tempat cacing atau ulat mencari makan. Namun meski fana, kita harus hidup dalam iman, agar meski secara lahiriah tubuh kita semakin keriput dan rusak, tetapi secara batin kita harus semakin baru (2 Kor 4:16). Mata kita tidak boleh tertuju untuk yang kelihatan dan hanya tahan sementara, melainkan kepada yang tidak kelihatan tetapi kekal selama-lamanya (2 Kor 4:18).   
                                     
          Kedua: Berjalan pasti menuju Kemah Sorgawi (ay 6-9) !  Kita harus lepas dari tubuh yang fana dan sementara ini, agar kita dapat tinggal bersama Tuhan (ay 8). Setelah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan tempat kediaman yang kekal di sorga, yang tidak terbuat oleh tangan manusia (ay 1 b). Kemah duniawi itu mengalami banyak sengsara, derita, sakit penyakit, penuh dengan keluhan dan ‘ATM’ duniawi (Ancaman, Tantangan dan Maut). Sebaliknya, kemah sorgawi itu sifatnya abadi dan kekal. Di sana tidak ada lagi sengsara dan tangis (Why 21:1-4). Bagai musafir, kita harus melangkah pasti dari kemah duniawi kepada kediaman sorgawi bersama Allah Bapa di sorga.  

          Ketiga: Siap sedia memberi pertanggungan-jawab kepada Tuhan (ay 10) !  Selama masih diperkenankan Tuhan hidup dalam kemah sementara ini, janganlah kita jemu-jemu berbuat baik (Gal 6:9-10). Tubuh kita yang akan dibongkar ini adalah kesempatan (‘kairos’) untuk berkarya dan bekerja melayani Tuhan. Tak seorangpun akan luput dari pertanggunganjawab selama hidup. Kita harus siap sedia untuk itu (1 Pet 3:15). Tak seorangpun yang dapat menghindarinya, sebab tak ada yang tersembunyi di hadapanNya (Mzm 139). Kita semua dalam posisi sejajar untuk dihakimi. Tak seorangpun di antara kita patut untuk menghakimi satu sama lain. Kita semua, siapapun kita, apapun jabatan dan pekerjaan kita, terhormat atau tidak, kaya dan miskin, semua akan memberi pertanggunganjawab di hadapanNya. Maka: Jadilah manusia bertanggungjawab; bukan berjawab-tanggung. Amin !  

 

Pdt Banner  Siburian, MTh

www.bannersiburian.blogspot.com

Jumat, 12 November 2010

Renungan Minggu 14 Nov 2010

Kiat Agar Hidup Jadi Bermakna !
(Pengkhotbah 11:1-6)

Saudaraku yang kekasih ! Pesan umum kita Pengkhotbah adalah bahwa segala hidup di bawah langit ialah kesia-siaan. Hidup manusia tidak sia-sia, hanya bila mereka memiliki hubungan yang mesra dengan Tuhan. Hidup tidak sia-sia, bila manusia hidup di dalam kepercayaan dan dalam pengharapan akan Allah, yang memberi pegangan yang pasti dalam hidup serta menjadikan hidup jadi bermakna.

Setiap orang tentu tidak mendambakan hidupnya berjalan tanpa makna. Siapapun orangnya, pasti mendambakan agar hidupnya berarti dan bermanfaat. Memang, kualitas hidup manusia diukur dari seberapa jauh hidupnya dapat memberi makna. Bila tidak, hidup kita hanyalah sekedar pajangan saja. Saudaraku ! Firman Tuhan melalui teks ini memberi kita tiga kiat agar hidup ini jadi bermakna.

Pertama: Hendaklah kamu menjadi orang yang murah hati (ay 1-2) ! Firman ini menyerukan bahwa hidup ini dapat jadi bermakna, bila kita menjadi orang yang bermurah hati. Sebaliknya, bila kita tidak bermurah hati, kita telah secara sengaja menjadikan hidup ini sia-sia. Ibarat kita melempar padi ke dalam air yang banjir, kelihatannya padi itu terbuang sia-sia terbawa arus. Namun, setelah banjir usai, tanah mulai mengering, padi tadi tumbuh menjadi benih. Demikianlah kita bermurah hati kepada orang-orang yang membutuhkan uluran tangan kita. Berilah selagi ada kesempatan. Perbuatan kasih, tidak akan pernah lenyap dan sia-sia.

Kedua: Percayakan hidupmu di dalam pengaturan Tuhan (ay 3, 5) ! Mengandalkan kekuatan dan pengetahuan diri sendiri, pada akhirnya membuat hidup kita hilang makna. Tuhan memang memberi kita pikiran untuk berpikir sebatas kemampuan kita. Kita sadar bahwa kita memang terbatas. Tuhanlah Allah yang maha tahu (‘omni science’). Maka itu, kita harus percaya hidup dan masa depan kita ada di tanganNya. Laksana awan yang mengandung air, manusia tak berkuasa menghambat turunnya hujan. Kita tak dapat memahami sepenuhnya rahasia Allah. Siapakah di antara kita yang sanggup memahami bagaimana tulang-tulang bertumbuh di rahim ibu ? Hidup jadi bermakna, mana kala kita setia mengakui kemahatahuan dan kemahakuasaan Allah, sekaligus mempercayakan masa depan kita kepadaNya.

Ketiga: Jangan menyianyiakan kesempatan menaburkan yang baik (ay 4,6) ! Kita memang dapat mendengar suara angin. Tetapi kita tidak tahu dari mana arah datangnya dan di mana dia berhenti. Jangan sampai kita lalai menentukan dari mana arah angin dan ke mana perginya, sehingga waktu untuk berbuat menjadi terlewatkan tanpa arti. Maka, mumpung masih ada waktu, taburkanlah yang baik tanpa henti, pagi atau malam (ay 6). Isilah masa mudamu, sebelum masa tuamu tiba. Isi masa sehatmu sebelum masa sakitmu tiba. Isi masa produktifmu, sebelum masa sia-siamu mampir. Isi masa aktif sebelum masa pensiun tiba. Niscaya, hidup menjadi penuh arti. Maka itu, jadikanlah hidupmu bermakna. Jangan sampai sia-sia. Amin !

Pdt Banner Siburian, MTh
www.bannersiburian.blogspot.com

Kamis, 11 November 2010

SEJARAH SINGKAT DAN HUT KE-44 HKBP SUKAJADI RIAU

I. PENDAHULUAN

Sejarah gereja, dapat menjadi cermin dan refleksi bagi kita untuk melihat bagaimana dinamika kehidupan berjemaat dalam bersekutu, bersaksi dan berdiakonia. Sejarah gereja juga dapat menjadi ilham bagi kita untuk melihat bagaimana semangat mereka dalam hal membangun sekaligus semangat gotong-royong dalam memenuhi hukum Kristus. Memang Alkitab menyerukan agar kita anggota jemaatnya hidup dengan bertolong-tolongan dalam hal menanggung beban bersama (Galatia 6:2).
Dalam sebuah penulisan sejarah gereja, salah satu hal yang utama dipaparkan adalah bagaimana realitas yang sesungguhnya dialami dalam dinamika perjalanan kehidupan berjemaat. Di dalamnya mungkin ada pengalaman pahit dan manis, suka dan duka. Semua itu sejatinya harus dituliskan dalam sejarah.
Kita tidak perlu ‘merekayasa’ seolah-olah sejarah yang dituliskan hanyalah pengalaman yang baik-baik saja. Juga tidak baik menuliskan sejarah dengan pengalaman yang buruk saja. Tetapi, baik atau buruk, di situ kita hendak melihat bagaimana Tuhan bertindak dan berkarya untuk kelangsungan kerajaanNya di dunia ini. Kita perlu belajar dari yang baik, agar ke depan, kita dapat menata gereja dengan lebih baik. Kita juga perlu belajar dari perjalanan sejarah gereja yang buruk, agar kita dapat belajar mensiasatinya dengan lebih kritis. Tujuannya, tentu saja, agar pengalaman pahit pada masa lalu tidak terulang lagi ke depan.
Dengan demikian, kita akan dapat bersukacita dalam lika-liku kehidupan bergereja. Tuhan telah melakukan perkara besar kepada kita, maka kita bersukacita (Mazmur 126:3). Kita juga dapat bersaksi ke depan, sebagaimana kesaksian pemazmur: Inilah hari yang dijadikan TUHAN, marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita karenanya (Mazmur 118:24).

II. PERSIAPAN MENJADI HURIA

1. Cikal-bakal Huria dan Keadaan Awal

Daerah Sukajadi ini awalnya disebut “Sukajadi Baru”. Sarana lalu-lintas dan angkutan umum masih sangat sederhana. Angkutan pada waktu itu umumnya adalah Kereta Sado atau Bendi. Jalannya masih tanah yang sering berlumpur. Saat itu, warga jemaat di Sukajadi Baru beribadah ke HKBP Pekanbaru. Namun, kebaktian lingkungan telah terselenggara oleh Sintua lingkungan, yakni St. H. Sipahutar. Saat itu, sudah ada koor khusus PNKS (Persatuan Naposobulung Kristen Sukajadi) dan Koor Ama lingkungan.
Pada tanggal 4 November 1964, sebanyak 44 orang orangtua warga di lingkungan Sukajadi berkumpul. Mereka mendiskusikan kemungkinan mendirikan gereja di Sukajadi. Sepuluh hari kemudian, tepatnya 14 November 1964, mereka sepakat membentuk panitia pembangunan gereja. Ketua panitia: P. Hutapea, Sekretaris M. Sianturi dan Bendahara B. Doloksaribu. Saat itu, pendeta di Pekanbaru adalah Ds. R.M. Siahaan, yang pindah ke Ressort Pangururan 1 Maret 1965. Pdt A.B. Simanjuntak diutus Kantor Pusat meneruskan pelayanan Ds. R.M. Siahaan.

Saat itu, pertapakan gereja belum ada. Namun beberapa orang dari antara mereka telah menyumbang untuk rencana pembangunan gereja tersebut. P. Hutapea sendiri menyumbang 2020 keping batu bata, M. Sitompul menyumbang 16 tiang dan A. Purba menyediakan pengangkutan. Ini menjadi salah satu ciri khusus cikal bakal gereja HKBP Sukajadi. Pertapakan belum ada, tetapi sumbangan sudah berjalan. Semangat ini, tentu saja sangat relevan untuk kita bangkitkan kembali sekarang dan ke depan.

2. Mencari Lahan untuk Pertapakan Gereja

Panitia pembangunan gereja sepakat menghubungi instansi pemerintah terkait di Kodya Pekanbaru. Tujuan pokok adalah untuk memperoleh pertapakan gereja. Puji Tuhan ! Ternyata Bapak Penghulu Pekanbaru Selatan, yakni Bapak Misran Diran, telah merekomendasikan permohonan panitia pembangunan gereja HKBP Sukajadi kepada Kepala Kecamatan Senapelan, Kopra Pekanbaru, tertanggal 28 April 1965.

Satu bulan kemudian, St. H. Sipahutar dipindahkan dari Pengadilan Negeri Pekanbaru ke Pengadilan Negeri Rantau Parapat. Sebagai konsekuensi atas perpindahan itu, pada bulan Mei 1965 dipilihlah 2 orang calon penatua untuk menggantikan dan meneruskan tugas pelayanan beliau. Kedua calon penatua itu adalah: J.L. Tobing dan S.M.W. Simbolon.

Lima bulan kemudian, tepatnya 23 Oktober 1965, Camat Sukajadi Bapak R. Sunyoto menyurati Walikotamadya Pekanbaru. Isinya adalah menyetujui rencana pertapakan gereja Sukajadi, sesuai dengan usulan Penghulu Pekanbaru. Tidak lama kemudian, tepatnya tanggal 2 November 1965, Kepala Pembangunan Chusus Kota Pekanbaru (PCKP), Ir. A. Panjaitan juga menyurati Walikotamadya Pekanbaru, yang isinya juga menyetujui usulan Penghulu Pekanbaru Selatan tersebut.

Pada awal bulan Oktober 1965, secara lisan memang Walikota Pekanbaru telah memberitahu bapak P. Hutapea tentang persetujuannya memberikan tanah pertapakan untuk gereja. Dengan penuh sukacita, tanggal 16 Oktober 1965 warga jemaat bergotong-royong mencari kayu bulat ke hutan di Km 18 arah Bangkinang (Danau Bengkuang), dengan Truck BM 7781 milik bapak A. Puba. Tentu, setelah memperoleh izin dari kepolisian.

Alhasil, pada tanggal 6 Pebruari 1966, terbitlah surat izin sementara dari Walikotamadya Pekanbaru dengan menunjuk tanah pertapakan untuk gereja HKBP Sukajadi. Dalam surat izin sementara yang dikeluarkan Walikotamadya Pekanbaru, tanah yang ditunjuk untuk pertapakan gereja HKBP Sukajadi terletak di Jalan Delima Sukajadi (Jalan Harimau), yang berasal dari interdep yaitu bahagian tanah komplex penampungan Sukajadi.

3. Pembangunan Gereja Darurat

Setelah kayu bulat tersedia, kembali warga jemaat gotong-royong untuk mendirikan “Gereja Darurat”. Atapnya terbuat dari atap ‘rumbia’ (daun-daunan) dengan ukuran 7 x 12 meter. Tetapi gereja darurat ini sudah segera memiliki lonceng gereja, yang disumbangkan oleh M. Sitompul, seorang pegawai PT. Caltex Minas, anggota jemaat HKBP Sukajadi.

Gereja darurat ini pertama sekali digunakan sebagai tempat beribadah pada tanggal 24 Juli 1966, dengan pelayanan dari HKBP Pekanbaru. Kemudian hari, agar gereja ini dapat menjadi persiapan huria, diangkatlah 6 orang calon penatua, yakni: J. Siregar, M. Sitompul, P. Siregar, P. Tambunan, M. Togatorop dan B. Hutagalung.

Panitia pembangunan dipilih kembali pada tanggal 14 Agustus 1966. Ketua adalah: P. Hutapea, dibantu oleh S.M. Gurning dan J.C. Hutabarat. Sekretaris adalah: M. Togatorop dan K. Sirait. Bendahara adalah A. Purba dan D. Siregar, dan dilengkapi dengan seksi-seksi dalam kepanitiaan.

III. PERESMIAN MENJADI HURIA NA GOK

1. Persiapan dan Peresmian Huria

Pada tanggal 11 September 1966, pendeta HKBP Ressort Pekanbaru waktu itu, Pdt. A.B. Simanjuntak memimpin rapat majelis di HKBP Sukajadi. Dari 8 orang calon penatua, terpilihlah J.L. Tobing sebagai pejabat Guru Huria. Penahbisan sintua J.L. Tobing dilakukan pada tanggal 18 September 1966, sekaligus peresmian HKBP Sukajadi menjadi huria na gok, sebagai satu jemaat (“pagaran”) dari HKBP Ressort Pekanbaru. Tanggal inilah yang sekaligus menjadi hari ulang tahun HKBP Sukajadi. St. J.L. Tobing menjadi pejabat Guru Huria yang pertama.

Penetapan tanggal ulang tahun ini, kemudian disepakati ulang pada rapat Majelis HKBP Sukajadi pada awal Pebruari 1991, di saat gereja ini melakukan Jubileum ke-25 tahun.

Selang 4 bulan setelah peresmian huria tersebut, St. J.L. Tobing menerima tugas belajar dari pemerintah ke Yogyakarta. Maka tanggal 15 Januari 1967, Majelis HKBP Sukajadi melakukan rapat untuk menggantikan St. J.L. Tobing. Dan yang terpilih menggantikan beliau adalah St. P. Tambunan sebagai pejabat Guru Huria yang kedua. Saat itu, beliau belum ditahbiskan sebagai penatua. Maka pada tanggal 22 Januari 1967, P. Tambunan bersama 6 orang calon penatua lainnya ditahbiskan. Saat penahbisan itulah pula St. P. Tambunan ditabalkan sebagai pejabat Guru Huria.

2. Pentingnya pelurusan sejarah gereja

Sebetulnya kapan waktu yang tepat tanggal lahir dari gereja HKBP Sukajadi ini ? Dalam buku panduan kita (2010), nampaknya tanggal lahir gereja ditentukan pada tanggal 17 Juli dan disebutkan bahwa gereja diompoi tanggal 3 November 1985.

Setelah saya amati, tanggal lahir gereja ini dihubungkan dengan pangompoion gereja HKBP Sukajadi. Itupun kurang tepat. Sebab pangompoion gereja ini diselenggarakan pada 16 Agustus 1970 (sesuai informasi sejarah dari Buku Jubileum 25 tahun HKBP Sukajadi). Lalu, pemugaran gereja dilakukan pada tanggal 3 November 1985 sekaligus peresmian HKBP Ressort Sukajadi. Pangompoion dipimpin oleh Ephorus Ds. T.S. Sihombing dengan Sekjen Ds. G.H.M. Siahaan. Sementara pesta pemugaran sekaligus peresmian ressort dipimpin oleh Sekjen Ds. P.M. Sihombing.

Ulang tahun HKBP Sukajadi disesuaikan dengan tanggal yang mana ? Nampaknya kita perlu meluruskan sejarah. Tanggal 17 Juli, perlu kita kaji ulang. Sebab, berdirinya HKBP Sukajadi (sesuai Jubileum 25 tahun, hl 6), justru disebutkan adalah pada tanggal 18 September 1966, bertepatan dengan penahbisan pertama penatua (St. J.L. Tobing). Dan majelis gereja HKBP Sukajadi pada rapat awal tahun (Pebruari 1991), juga telah menetapkan tanggal 18 September 1966 sebagai tanggal lahir HKBP Sukajadi. Itu berarti, kemarin, 18 September 2010, genaplah HKBP Sukajadi ini 44 tahun (yang kita rayakan hari ini).

Pokok Pikiran: Kita perlu menyelenggarakan sebuah diskusi internal HKBP Sukajadi atau Seminar khusus untuk mencoba mengetengahkan Sejarah singkat HKBP Sukajadi serta peran HKBP Sukajadi ke depan. Di situ diharapkan ada kesepakatan serta penegasan ulang akan tanggal lahir HKBP Sukajadi. Perlu juga mengundang tokoh-tokoh (founding father) HKBP Sukajadi yang masih hidup pada masa-masa awal kelahiran HKBP Sukajadi.

3. Membangun Gereja Semi Permanen

“Gereja darurat” sungguh masih sangat sederhana. Anggota jemaat mendambakan pembangunan gereja semi permanen. Pada tanggal 23 Januari 1967 (Senin), penggalian fundasi gereja semi permanen dilakukan, setelah dimulai dengan kebaktian singkat. Fundasi gereja digali dengan ukuran 10 x 24 meter, tetapi gereja darurat tetap ada di dalamnya, sehingga sambil pembangunan berjalan, ibadah juga tidak terganggu.

Ketua panitia pelaksana saat itu adalah H. Panjaitan. Beliau menyiapkan gambar, setelah itu mencari pemborongnya. Lalu O. Panjaitan menyanggupi pembangunan gereja semi permanen di luar fundasi dengan harga yang ditentukan panitia. O Panjaitan ditentukan sekaligus menjadi pelaksana serta pemimpin teknik pembangunan gereja semi permanen. Gereja semi permanen itu terbuat dari kayu Kulim. Maka tanggal 4 Juli 1967, dilakukanlah mendirikan rangka (“paraithon”) gereja semi permanen.

Atapnya gereja semi permanen ini diperoleh dari hasil gotong-royong anggota jemaat. Semua anggota jemaat dibebankan untuk menyediakan masing-masing 5 lembar seng. Waktu itu, tanggungan ini sudah cukup berat, meskipun pada akhirnya dapat dibayar dengan cara mengangsur beberapa tahap. Tetapi gereja ini masih berlantai tanah dan bangku yang serba darurat.

Pada suatu pesta pembangunan, Tuhan menggerakkan seorang dermawan untuk menghadiri pesta pembangunan ini. Bapak Ir. A. Panjaitan sebagai kepala PCKP Pekanbaru waktu itu, mengajak Musa Panjaitan, seorang pengusaha dari Medan untuk ikut memberi sumbangan dengan manortor dan lelang. Bahan lelang sudah habis. Yang ada hanyalah Paper Cup (cangkir kertas), namun itu juga dilelang Musa Panjaitan seharga Rp. 40.000,- (waktu itu harga beras adalah Rp. 2 /Kg).

4. Pangompoion dan Peresmian Ressort Sukajadi

Pada saat pembangunan gereja berjalan, bapak P. Hutapea pindah ke Kejaksaan Negeri Tanjung Pinang, pada pertengahan tahun 1968. Akhirnya, tanggal 16 September 1970, gereja tersebut diompoi Ompui Ephorus HKBP Ds. T.S. Sihombing bersama Sekjen Ds. G.H.M. Siahaan. Ada yang unik di sini, sebab satu minggu kemudian (23 Agustus 1970), barulah juga HKBP Pekanbaru diompoi. Ternyata HKBP Sukajadi lebih dahulu diompoi dari pada HKBP Pekanbaru sendiri. Peresmian Ressort Sukajadi sendiri diselenggarakan pada tanggal 3 November 1985, dengan gereja yang sudah permanen, yang diresmikan oleh Sekjen HKBP Ds. P.M. Sihombing.

“Gereja darurat” sungguh masih sangat sederhana. Anggota jemaat mendambakan pembangunan gereja semi permanen. Pada tanggal 23 Januari 1967 (Senin), penggalian fundasi gereja semi permanen dilakukan, setelah dimulai dengan kebaktian singkat. Fundasi gereja digali dengan ukuran 10 x 24 meter, tetapi gereja darurat tetap ada di dalamnya, sehingga sambil pembangunan berjalan, ibadah juga tidak terganggu.

IV. REFLEKSI DAN BEBERAPA CIRI KHUSUS AWAL HKBP SUKAJADI

1. Memberi dalam Pengharapan

Dalam sejarah awal berdirinya HKBP Sukajadi, ternyata anggota jemaat saat itu memiliki semangat dan pengharapan yang tinggi dalam hal memberi. Di saat pertapakan gereja belum ada, namun beberapa orang anggota jemaat telah menyumbang untuk rencana pembangunan gereja (misalnya P. Hutapea menyumbang 2020 keping batu bata, M. Sitompul menyumbang 16 tiang dan A. Purba menyediakan pengangkutan).

Ini menjadi salah satu ciri khusus pertama cikal bakal gereja HKBP Sukajadi di waktu lalu. Pertapakan belum ada, tetapi sumbangan sudah berjalan. Semangat MEMBERI DALAM PENGHARAPAN ini, tentu sangat relevan untuk kita bangkitkan kembali sekarang maupun ke depan. Rencana Renovasi Gereja Baru juga, kita yakini ada dalam rencana Tuhan. Mari kita bertanya: Masihkah karakter MEMBERI DALAM PENGHARAPAN itu tetap hidup di dalam hati kita kini ? Firman Tuhan berkata: Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita (2 Korintus 9:7).

2. Senang Bergotong-Royong

Ciri khusus kedua jemaat awal HKBP Sukajadi adalah hidup dengan senang bergotong-royong. Ringan sama dijingjing, berat sama dipikul. Misalnya, saat pertapakan tanah telah disetujui Walikota, maka segera warga jemaat bersukacita dan bergotong-royong mencari kayu bulat ke hutan di Km 18 arah Bangkinang, dengan Truck BM 7781 milik A. Puba. Anggota jemaat juga bergotong-royong untuk mendirikan “Gereja Darurat”, dengan atap ‘rumbia’ (daun-daunan), tetapi telah memiliki lonceng gereja (persembahan M. Sitompul).

Kemudian hari, atap gereja semi permanen juga diperoleh dari hasil gotong-royong anggota jemaat. Semua anggota jemaat dibebankan untuk menyediakan masing-masing 5 lembar seng. Waktu itu, tanggungan ini sudah cukup berat, tetapi dengan semangat MEMBERI DALAM PENGHARAPAN, akhirnya terpenuhi juga. Mari kita bertanya: Masihkah karakter SENANG BERGOTONG-ROYONG itu tetap hidup di dalam hati kita kini ? Firman Tuhan berkata: Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu ! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus (Galatia 6:2).

3. Hidup Dekat dan Mesra dengan Pemerintah

Ciri khusus ketiga jemaat awal HKBP Sukajadi adalah: Hidup dekat dan Mesra dengan Pemerintah. Dalam sejarah awalnya, ternyata HKBP Sukajadi tidak dapat dipisahkan dari kebaikan hati pemerintah. Penghulu Pekanbaru Selatan (Bapak Misran Diran), memberi rekomendasi pembangunan HKBP Sukajadi kepada Kepala Kecamatan Senapelan. Walikota Pekanbaru setuju memberikan tanah pertapakan untuk gereja.

Tanah dan lahan yang ada sekarang, ternyata (kalau tidak salah, kecuali ada perkembangan terakhir), merupakan pemberian hak pakai dari pemerintah. Kita belum memiliki SHM sampai sekarang. Kebaikan hati pemerintah ini juga nampak melalui partisipasi mereka dalam hal membantu pembangunan di bidang dana. Hubungan baik ini perlu dipelihara dan dihidupkan kembali, sebagai inspirasi kepada segenap warga jemaat, sekaligus menjadi “sebuah peringatan yang baik” untuk pemerintah yang sekarang. “Sinyal” ini sangat baik kita angkat kembali, agar ke depan, hubungan pemerintah dengan gereja tetap semakin terjaga.

Mari kita bertanya: Masihkah kemesraan itu tetap terpelihara ? Misalnya, kita setia mendoakan pemerintah dan turut dalam aksi donor darah dalam rangka mendukung kegiatan pemerintah. Firman Tuhan juga menyerukan kita: Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu (Yeremia 29:7). Saya jadi teringat akan sebuah lagu yang berjudul “Kemesraan”, yang mengisahkan indahnya kemesraan itu.

4. Pejabat dan Pendatang yang Partisipatif

Ciri khusus keempat jemaat awal HKBP Sukajadi adalah: Tingginya tingkat keterlibatan dan partisipasi jemaat yang pendatang dan pejabat kita yang bekerja di pemerintahan. Misalnya, St. H. Sipahutar, yang melayani ketika masih weijk Sukajadi Baru, dia adalah seorang hakim di Pengadilan Negeri Pekanbaru, yang kemudian pindah ke Rantau Parapat. St. J.L. Tobing (pejabat guru huria pertama), kemudian dipromosikan tugas belajar ke Yogyakarta. St. P. Tambunan (pejabat guru huria kedua), melayani di gereja sekaligus karyawan salah satu perusahaan swasta di Pekanbaru.


Bapak P. Hutapea adalah seorang Jaksa, yang kemudian pindah promosi ke Tanjung Pinang. Bapak M. Marpaung, adalah anggota Brimob, tetapi aktif melayani sebagai komisaris khusus di Brimob. Ir. A. Panjaitan sebagai Kepala Pembangunan Chusus Kota Pekanbaru (PCKP), menjalin koneksi yang baik dengan pemerintah sekaligus mencari dana dari para donateur dan pengusaha. Mari kita bertanya: Masih adakah hati yang terbuka untuk para Hakim atau Jaksa, pejabat pemerintah atau pengusaha maupun aparat keamanan sekarang ini, yang terbuka hatinya untuk aktif melayani di gereja bahkan menjadi seorang penatua, meski mungkin mereka tidak atau belum tinggal menetap di kota Pekanbaru ini ?

Kita semua (terutama saudara yang bekerja sebagai pejabat atau pengusaha, meski belum tentu tinggal menetap atau sementara di Pekanbaru ini) perlu senantiasa mengingat dan merenungkan Firman Tuhan kepada Abraham (sebagai seorang musafir) dan juga kepada kita semua. Tuhan berfirman: Aku akan memberkati engkau dan membuat namamu masyhur, sehingga engkau akan menjadi berkat (Alkitab BIS Kejadian 12:2b). Ke mana Abraham melangkah, atau tinggal sementara maupun menetap, di sana dia menjadi berkat bagi lingkungan dan penduduk setempat.

5. Mungkin masih ada ciri khusus awal gereja HKBP Sukajadi ini yang perlu kita gali. Tetapi saya melihat, ke empat hal ini amatlah baik, relevan dan indah untuk kita kembangkan dan wariskan. Tugas kita orangtualah terutama, beserta kita semua, untuk mencoba merenungkan dan mewariskannya kembali, terutama kepada para anak-cucu kita, generasi sekarang dan masa depan. Ke-empat ciri khusus awal ini, nampaknya amat penting untuk kita hidupkan kembali, terutama dalam rencana merenovasi ulang gereja HKBP Sukajadi ke depan. Renovasi itu, di samping tidak menghilangkan muatan sejarah pada awalnya, juga terutama mengakomodir kebutuhan-kebutuhan pelayanan di masa depan, termasuk sarana-sarana pendukung untuk pelayanan gereja yang dinamis.-

Tuhan memberkati kita semua.
Selamat Ulang Tahun HKBP Sukajadi yang ke-44.





Sebab segala sesuatu adalah dari Dia,
dan oleh Dia, dan kepada Dia:
Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya (Roma 11:36).


Pdt Banner Siburian, MTh
banner_siburian@yahoo.com