Sabtu, 04 Desember 2010

ARAH PROGRAM HKBP SUKAJADI 2011


Arah Program dan Pokok-Pokok Pikiran
Tahun Jubileum HKBP 2011
Dan Evaluasi Tahun Penatalayanan
HKBP Sukajadi - Pekanbaru
Tahun 2010















Diajukan Kepada Rapat Parhalado Partohonan
Dan Rapat Huria HKBP Sukajadi Pekanbaru

Arah Program dan Pokok-Pokok Pikiran

Tahun Jubileum HKBP 2011

Dan Evaluasi  Tahun Penatalayanan

HKBP Sukajadi - Pekanbaru 2010


 









I. Pendahuluan

 Jubileum 150 tahun HKBP akan tiba pada tahun 2011 mendatang. Tahun Jubileum ini sebelumnya telah didahului masing-masing dengan tahun Koinonia, tahun Marturia, tahun Diakonia, tahun Penatalayanan HKBP.

 

Secara khusus, penatalayanan (stewardship) diterjemahkan dari kata Yunani “oikonomos” (1 Kor 4 : 1), menjadi “hajuarabagason”. Intinya adalah menjadi haposan, terpercaya, credible, sebagai buah iman dalam setiap insan, seperti Yusuf haposan di rumah Potifar. Dengan tahun Jubileum ini, kita semua secara bersama, harus tetap membina dan mengembangkan pelayanan dalam bingkai tri-tugas panggilan gereja.

 

Jubileum 150 tahun HKBP kita rayakan dan hidupi dalam terang persekutuan yang hidup (koinonia), dalam semangat bersaksi (marturia), dalam semangat melayani (diakonia) serta dalam kesatuan paham dan komitmen hidup menjadi terpercaya (‘haposan, credible’), baik para pelayan HKBP secara kolektif,  segenap ‘organ-organ’ panghobasi dalam gereja (menempatkan “tohonan” masing-masing menjadi terpercaya) maupun segenap warga jemaat (ruas) dalam keseharian hidupnya masing-masing.


II. Arah Tahun Jubileum HKBP 2011
2.1.  Dasar Teologis Sederhana

 

Jubileum memiliki hakekat makna yang sejajar dengan Sabbat (bnd. Kel 20:8-11). Kata ‘sabat’ berasal dari kata Ibrani syabbat, dari akar kata syavat, yang artinya ‘melepaskan’ (satu dari 7 hari harus diindahkan sebagai hari suci bagi Allah). Sabbat ini juga sering dipahami sebagai hari pembebasan yang mengacu kepada pengalaman bangsa Israel keluar dari perbudakan.

 

Dalam Keluaran 16:21-30 misalnya disebut secara langsung tentang sabbat yang dikaitkan dengan pemberian “manna”. Sabbat di sini dinyatakan sebagai anugerah Tuhan (ay 29), yang diperuntukkan bagi istirahat dan demi kepentingan umat (ayat 30). Sabbat adalah milik Tuhan (Kel 20:8-11,14). Oleh karena sabbat adalah milik Tuhan, maka dia harus diindahkan sesuai dengan perintah Tuhan sendiri (Bil 15:32-36).

 

Israel diperintahkan untuk mengindahkan sabbat, agar hamba laki-laki dan perempuan dapat beristirahat seperti mereka. Di sini kemanusiaan amat ditekankan. Sabat diadakan adalah untuk manusia. Israel pernah menjadi budak di Mesir dan sudah dibebaskan. Maka, Israel pun haruslah menerapkan belas-kasihan sabbat terhadap orang-orang yang berada di bawah kekuasaan mereka (apakah sebagai budak atau pekerja misalnya).

 

Dalam Perjanjian Baru, Yesus sendiri adalah Tuhan atas sabbat (Mrk 2:28). Bagi Yesus, arti sabbat yang sesungguhnya adalah bagi manusia (bnd. Luk 4:16). Tetapi, Yesus tidak terkonsentrasi atas sabbat secara seremonial semata-mata. Bagi Yesus, muatan sabbat adalah aksi dan tindakan berbuat belas-kasihan (Yoh 5:1-18; Luk 13:10-17; 14:1-6).

 

Di sini lain, istilah sabbat juga mengacu kepada Imamat 25 (khususnya ayat 4-5) mengenai tanah perjanjian. Di situ disebut bahwa tanah harus mendapat perhentian (arets syabbat). Sesudah 6 tahun masa menanam, pemeliharaan dan panen, maka tanah dibiarkan untuk tidak ditanami selama satu tahun. Tanaman yang tumbuh sendiri di sana diperuntukkan untuk orang miskin serta hewan (Kel 23:11; Ul 15:2-18). Dan untuk menenangkan kekuatiran umat Israel akan kekurangan, maka Tuhan menjamin bahwa tahun ke-6 akan menyediakan cukup tuaian buat 3 tahun (Im 25:20ff).

 

Puncak tahun-tahun sabbat itulah yang disebut dengan TAHUN JUBILEUM, yakni kelipatan 25 tahun, terutama yang berpuncak pada tahun ke-50 pada tahun berjalan. Jubileum itu sendiri berakar dari kata Ibrani Yubilium, dari kata dasar Yovel yang berarti ‘domba jantan’ dan ‘berterompet’. Israel memang sering memakai terompet dengan bahan dasar ‘tanduk domba jantan’ untuk merayakan tahun sukacita dan tahun pembebasan tersebut. Pada pesta ini, bagi umat Israel, hak milik akan dikembalikan kepada pemilik aslinya. Hutang-hutang dinyatakan lunas. Orang Ibrani yang menjadi budak akibat hutang, harus dibebaskan. Tahun Jubileum menjadi momentum untuk pengucapan syukur sekaligus penerapan iman (Im 25:8ff).

 

Tahun Jubileum ini juga sekaligus menjadi momen penyadaran, bahwa manusia bukanlah pemilik tanah. Manusia hanya “mempunyainya” dalam kepercayaan atas Tuhan (Im 25:23). Orang Israel juga harus mengingat dan menyadari bahwa mereka tidak pernah memiliki apapun berdasarkan warisan, karena mereka juga dahulu adalah budak di Mesir (Ul 15:15). Karena itu, sejatinya tahun Jubileum inipun juga harus sekaligus menjadi tahun untuk bermurah hati. 


2.2. Perspektif Tahun Jubileum HKBP 2011

 


Berangkat dari kajian teologis di atas, maka kita perlu memiliki kesamaan persepsi dasar akan arah tahun jubileum 150 tahun HKBP, khususnya di HKBP Sukajadi ini. Beberapa hal yang mendasar adalah sebagai berikut:


2.2.1. Tahun Pembebasan atau Tahun Pelepasan

 

Jubileum 150 tahun HKBP memuat makna pembebasan dan pelepasan (‘syabbat’, dari akar kata syavat, yang artinya ‘melepaskan’). Perbudakan harus dihentikan, sebagai hari pembebasan yang mengacu kepada pengalaman bangsa Israel keluar dari perbudakan. Kita perlu sungguh-sungguh mengkaji dan menyepakati bentuk atau muatan ‘pembebasan’ itu dalam gereja kita, misalnya kesungguhan membebaskan warga jemaat kita dari kungkungan yang ada (misalnya RPP), atau ‘pemutihan’ Pelean Taon/Bulanan untuk tahun sebelumnya (?: contoh kecil), lalu memulainya dari awal pada tahun 2011 ini, sebagai salah satu bentuk ‘manna’ dalam kehidupan bergereja kita. 

 

Seperti hamba laki-laki dan hamba perempuan Israel yang diperintahkan untuk mengindahkan sabbat, dengan waktu khusus istirahat. Ini perlu kita aplikasikan misalnya agar setiap pekerja di gereja kita diberi waktu khusus dapat beristirahat, berikut dengan para pelayan penuh waktu. Kita juga perlu mengkaji (atau mungkin menyuarakan suara nabiah gereja), agar setiap instansi yang ada (negeri atau swasta) atau institusi lain, memberi peluang kepada warga jemaatnya untuk beribadah kepada Tuhan, sebagai hak yang harus dibayar oleh mereka.

 

2.2.2. Tahun Untuk Berbelas Kasihan

Sebagaimana Israel pernah menjadi budak di Mesir dan sudah dibebaskan, maka Israel pun haruslah menerapkan perilaku dan tindakan belas-kasihan sabbat terhadap orang-orang yang berada di bawah kekuasaan mereka (apakah sebagai budak atau pekerja misalnya, atau sekarang ini semisal PRT). Yesus adalah Tuhan atas sabbat (Mrk 2:28). Arti sabbat yang sesungguhnya adalah bagi manusia (Luk 4:16), bukan sekedar untuk dirayakan secara seremonial. Muatan sabbat adalah berbuat belas-kasihan (Yoh 5:1-18; Luk 13:10-17; 14:1-6).


Oleh karena itu, tahun jubileum ini sejatinya haruslah menunjukkan secara tegas muatan berbelas kasihan dari gereja (secara institusi/lembaga), bahkan setiap warga gereja kita secara pribadi/keluarga maupun jabatan, pekerjaan, pangkat yang melekat dalam diri mereka masing-masing.

 

Kita perlu memikirkan dan mengkaji bentuk pelayanan berbelas kasihan kepada pelayan di gereja, pekerja di gereja bahkan para pembantu dalam rumah-tangga yang ada di rumah warga gereja kita. Para pengusaha, pejabat, pemilik modal, pengusaha dari warga gereja kita (majikan), harus menunjukkan bentuk bermurah hati kepada para karyawan dan pekerja yang ada di lingkungan mereka.  Demikian juga bentuk murah hati kita kepada orang-orang miskin lainnya.  


2.2.3. Tahun ‘Terompet’ Murah Hati

Telah disebutkan di atas bahwa TAHUN JUBILEUM, terutama berpuncak pada akhir tahun ke-50-an. Jubileum itu sendiri berakar dari kata Ibrani ‘yubilium’, dari kata dasar ‘Yovel’ yang berarti ‘domba jantan’ dan ‘berterompet’ dengan musik dari  ‘tanduk domba jantan’ untuk merayakan tahun sukacita dan tahun pembebasan tersebut. Kita perlu mengkaji dan memikirkan bentuk masa kini dari “terompet tanduk domba jantan ini”, misalnya kembali kepada musik alami, atau memberi perhatian khusus kepada ‘sound system’ yang sudah “hosa-hosa” atau “tertekan batin”. Musik dan sound system yang baik, tentu dapat mempengaruhi tingkat penerimaan warga jemaat dalam hidup beribadah. Molo batuk-batukon do mik i, ruas i pe mongkol-ongkol ma di parmingguan i

 

Kita prihatin, kebesaran HKBP terlalu sering tidak diimbangi dengan fasilitas penunjang dalam gereja. Bahkan sering terjadi, kebesaran HKBP tidak sanggup membuat alat musik dan sound system yang lebih baik. Fasilitas penunjang lain, sejatinya harus membuat kita bersukacita. Apakah rumah pelayan di gereja telah dapat membuat mereka melayani dengan penuh sukacita, dan dapat mempersiapkan khotbah (misalnya) mereka dengan baik ? Atau jangan-jangan kita hanya sanggup menuntut kualitas pelayan, tetapi fasilitas penunjang untuk itu hanya asal ada saja ?

 

Tahun Jubileum ini sekaligus menjadi momen penyadaran, bahwa manusia bukanlah pemilik tanah. Kita bukan pemilik atas diri kita. Kita hanya “wadah titipan Tuhan” untuk mengelola milikNya demi kemuliaan Tuhan. Harta milik kita harus kita pakai dan persembahkan untuk menunjukkan kemurahan hati kita dalam menyokong fasilitas yang baik dalam gereja, sebagai bukti bahw kita ikut serta menjadikan tahun ini sebagai tahun  untuk bermurah hati. 


2.2.4. Pesta Huria Jubileum 150 Tahun HKBP

 

Tahun 2011, dari Kantor Pusat HKBP, Distrik, Ressort dan Huria lokal diserukan untuk menyelenggarakan pesta Jubileum huria (di samping perayaan secara nasional dan wilayah). Pesta Jubileum ini mungkin cocok kita kaitkan dan kaitkan dengan HUT ke 45 tahun depan, agar perayaan-perayaan tidak terlalu banyak, tetapi muatannya dikorelasikan secara serentak. Tentu muatan pesta Jubileum di tingkat huria ini, dapat mengkaji lebih lanjut muatan-muatan makna Jubileum sebagaimana dipaparkan di atas, sesuai dengan kebutuhan jemaat lokal.    


 2.2.5. Kebaktian Khusus Parhalado-Keluarga

 

Meski tidak secara implisit dikandung dalam makna tahun Jubileum, kita sadar, bahwa Parhalado yang sungguh memahami tugas pelayanannya, pasti membawa sukacita bagi warga jemaat. Parhalado itu tidak berjalan sendiri tanpa ditopang keluarga. Kami menangkap kesan, parhalado dan keluarga satu sama lain, belum sepenuhnya saling mengenal. Keluarga harus menjadi bagian yang penting dalam tugas pelayanan parhalado. Kita semua harus saling menopang. Maka, dibutuhkan misalnya KEBAKTIAN PARHALADO-KELUARGA sekali sebulan (saat seperti sermon) untuk mempererat persaudaraan, pembinaan keluarga parhaldo. Sermon tetap disediakan, tetapi tidak lagi untuk dibahas.   

 


III. Evaluasi Tahun Penatalayanan HKBP Sukajadi
3.1.  Kebersihan Gereja dan Lingkungan

 Jujur, kebersihan sering kita anggap remeh. Padahal Alkitab menjungjung tinggi kebersihan, baik fisik, jiwa terutama iman. Bagaimana mungkin kita bisa membersihkan jiwa yang tidak kelihatan, jika kita tidak  mampu membersihkan tubuh dan lingkungan yang kelihatan? Bagaimana mungkin kita bisa membersihkan sampah dari hati dan pikiran kita, jika kita tidak membersihkan sampah dari rumah, sekolah atau kantor kita ?

 


·        Gereja kita, kantor, rumah, halaman, ruang, sekolah, toilet, sedikit mulai bersih.

·        Gereja dan Sekolah belum menyediakan tempat sampah dan menatanya dengan baik.

·        Kita perlu mengevaluasi, dan atau menambah tenaga pegawai kebersihan di Sekolah dan di Gereja.

 

3.2.  Maksimalisasi Warta Jemaat

 

Warta jemaat telah di-design dengan lebih baik, serta dicoba menuliskan secara lengkap isi warta jemaat. Warta jemaat ini masih dapat diperbaiki dan ditingkatkan mutunya, antara lain:


·          Warta jemaat tidak lagi dibacakan seluruhnya, kecuali yang wajib dibacakan pada minggu tersebut (misalnya: ‘marbagas’, meninggal, kegiatan mingguan yang sifatnya perlu diwartakan saat itu juga).

 


·        Pelayan dalam daftar kegiatan mingguan/harian agar dicantumkan secara lengkap dalam warta jemaat. 

·        Batas warta dan keuangan masuk adalah setiap Jumat. Yang masuk setelah itu diwartakan minggu depannya.

·        Khusus daftar yang hadir dalam partangiangan, agar ditambah satu kolom khusus (untuk parhalado).

·        Renungan minggu agar ditulis dengan sebaik-baiknya dengan bahasa yang lebih sederhana dan jelas.   


3.3.  Panca Tertib

 

Kita perlu menyadari adanya lima sasaran utama yang harus kita benahi dengan lebih tertib, di tengah-tengah pelayanan di jemaat (huria) basis, yakni (Struktur/organisasi, personalia, keuangan, administrasi, inventaris): 



·        Struktur organisasi kita disesuaikan dengan Aturan dan Peraturan (AP HKBP) 2002. Uluan, pembina dan paniroi dan fungsi pelayan penuh waktu  agar disepadankan dengan AP HKBP sesuai fungsinya.

·        Personalia: setiap dewan, seksi, panitia memperlengkapi kepersonaliaannya, mengajukan yang kosong untuk diganti.

·        Keuangan: Setiap tanda terima (di huria dan di Weijk) dilengkapi dengan tanda terima rangkap 3. Yang memberi uang/persembahan, harus ada bukti tanda terima.

·        Administrasi: Setiap pengajuan proposal  memberbanyak minimal 3 hari sebelum sermon. Masing-masing diberi sedikitnya kepada: uluan, parartaon dan bendahara. Pelaporan kegiatan selambatya 2 minggu setelah kegiatan selesai. Program berikut belum bisa berjalan, sebelum hasil kegiatan sebelumnya dilaporkan.  Bericht setiap tahun dilaporkan/dikirimkan ke kantor pusat HKBP.

·        Inventaris: Data yang sudah ada dibuat numerisasinya (label), dilengkapi dengan taksiran harga.

·        Laporan keuangan dan daftar inventaris Yayasan, belum dilaporkan secara teratur.


3.4.  Data-base

 

Data-base huria merupakan fakta riil keadaan jemaat. Semakin baik dan lengkap data-base huria, semakin menolong kita untuk mencari apa pelayanan yang dibutuhkan warga jemaat. Beberapa hal yang perlu kita evaluasi: 


·        Nomor Register Anggota Jemaat (NRAJ) belum terealisasi sampai sekarang. Mungkin, atau bila mungkin, dibutuhkan seorang lagi pegawai kantor gereja. 

·        Data-base pelayan dan sintua masih kurang lengkap (misalnya tanggal tardidi tidak ada, atau memang belum tardidi ?, sidi, menikah, pasu-pasu sintua). 

·        Perlu ketegasan, siapa yang bertanggungjawab untuk secara teratur mengisi buku-buku:  daftar anak lahir, babtis, sidi, martumpol, nikah, jemaat baru, pindah, RPP, meningggal, jemaat marguru, ‘na ro sian parugamo na asing’.

·        Sekretaris:  memperbanyak daftar warga di weijk, menyerahkan ke sintua weijk, dan secara bersama melihat kebenaran data weijk masing-masing.



3.5.  Keuangan/Persembahan

 

Kita telah memutuskan pnghitungan persembahan setiap jam kebaktian minggu, dikoordinir parhalado parartaon. Hasil penghitungan dibuat rangkap 4 (yang menghitung, parartaon, administrasi dan bendahara). Amplop syukur dalam persembahan minggu, agar dituliskan pada lembaran penghitungan tersebut.



·        Hal ini belum sepenuhnya berjalan, karena belum semua parartaon melakukan tugasnya secara rutin. Perlu pembagian tugas parartaon pada jam minggu. 

·        Ketentuan pemakaian persembahan dalam kebaktian minggu di HKBP: Pelean Ia (rutin huria), Ib (huria, renovasi, pembangunan internal di huria), Pelean II (Kantor Pusat). Uang pembangunan dicari melalui pesta, donatur, usaha panitia, dlsb.

·        Pelean partangiangan: Pertama (operasinal huria), dan Kedua (diakoni huria atau zending). Seyogyanya pelean partangiangan semuanya masuk ke huria.

·        Kas weijk sebaiknya dilakukan setelah partangiangan. Bila tidak, perlu keseragaman, misalnya 1/3 jumlah pelean ke kas, 2/3 ke huria. Sangat tidak “huria”, bila pelean ke huria lebih sedikit dibanding kas weijk.

·        Sudah kita putuskan gaji pelayan diganti menjadi “Balanjo” pelayan. Waktunya juga adalah setiap awal bulan. Ini juga tidak terlaksana sepenuhnya. Ke depan ini harus terlaksana, karena pelayan gereja berbeda dengan kantor (gajian).

·        “Remunerasi” pelayan sudah dikirim kantor pusat HKBP. Tetapi di gereja kita, ini tidak terlaksana. Seyogyanya hal ini adalah otomatis diperhitungkan, dengan pos (misanya tak terduga). 


3.6.  Kebaktian Weijk

 

Kebaktian weijk adalah bagian ibadah dalam gereja HKBP. Salah satu muatan tahun penatalayanan HKBP adalah ‘MENGEMBALIKAN JATI DIRI HKBP’. Dalam rangka itu, kebaktian weijk perlu kita kembalikan sesuai dengan jati diri HKBP, antara lain: 


·        Lagu penutup partangiangan weijk, ada baiknya kita kembalikan ke lagu penutup dalam ibadah HKBP, yakni: “Amen…Amen…Amen…” (hanya weijk XIII yang menutup ibadah dengan “amen…amen…”. 

·        Bila ada perasaan membosankan, boleh disepakati salah satu lagu dari Buku Ende (misalnya: BE. 36:3).

·        Perlu keseragaman sebagai ciri khas dan jati diri HKBP. Ada weijk, memulai dengan doa, yang lain tidak ada. Ada weijk, setelah ibadah melanjutkan bernyanyi “Saya mau ikut Yesus”, yang lain tidak ada.

·        Kehadiran jemaat dalam partangiangan dikolomkan dengan: Parhalado, Bapak, Ibu, Pemuda/i dan Anak. Ini penting mengetahui kesungguhan parhalado ke partangiangan, juga realitas warga yang hadir.

·        Alamat partangiangan weijk, agar ditulis selengkap-lengkapnya, dengan nomor rumah (tidak cukup misalnya hanya dengan: “Jalan Garuda…” ).

·        Diskusi (‘sharing’) sesuai tema khotbah dalam partangiangan perlu kita adakan (untuk tahun 2011). Dasarnya adalah berbagai pengalaman dan pengertian akan Firman Tuhan.

·        Bila ini disepakati, maka acara partangiangan perlu disederhanakan (misalnya: epistel murni ayatnya sesuai Almanak, doa cukup satu orang, parjabu atau yang hadir, waktunya lebih dipercepat).

·        Perlu pelurusan dan komitmen akan ketentuan pemakaian persembahan dalam kebaktian minggu di HKBP: Pelean Ia (rutin huria), Ib (huria, renovasi, pembangunan internal di huria), Pelean II (Kantor Pusat). Uang pembangunan dicari melalui pesta, donatur, usaha panitia, dlsb.


3.7.       Pengembangan NHKBP

 

Dari data-base sementara, ada 450 lebih pemuda di gereja kita ini. Ini merupakan sumber daya dan potensi yang amat kaya, bila kita ‘manage’ dengan serius.


·        Pemetaan NHKBP dan Remaja, sampai sekarang belum ada hasilnya (atau belum dikerjakan sama sekali).


·        Kebaktian pemuda/remaja (komisariat naposo weijk), belum terlaksana. Kebutuhan dan tema pembahasan weijk, sangat tidak relevan untuk naposo/remaja.

·        Kebaktian sore, ‘nampaknya’ sangat lambat perkembangannya. Ada kesan, seolah kebaktian ini hanya untuk remaja. Naposo pun agak enggan bergabung dengan mereka.  Padahal, kita telah sepakat, setiap ibadah minggu di HKBP sama derajatnya. Maka perlu pembenahan minggu sore, agar diminati naposo bahkan warga jemaat orangtua.

·        Warga jemaat yang arisan banyak juga pada hari minggu. Kalau jam 5 sore, ini merupakan “waktu tanggung” bagi mereka. Perlu kita kaji, apakah waktu ibadah minggu sore, misalnya dimundurkan menjadi jam 18.00 WIB.

·        Musiknya perlu dikaji dan dimodifikasi, agar lebih cocok bagi semua kalangan warga jemaat, bukan sekedar kuat, bahkan sering nyanyian warga jemaat menjadi tidak kedengaran. Diharapkan kerjasama dengan Seksi Musik dan Dewan Marturia.


3.8.  Sarana/Prasarana Umum

 


Hampir tidak ada sarana/prasarana yang berarti yang kita kerjakan pada tahun 2010 ini. Kecuali penambahan beberapa tong sampah (tetapi lebih sering tidak dipakai dan ditempatkan di tempatnya), pemasangan jaringan internet Speedy. 

·        Ruang rapat belum terlaksana. Perlu kesepatakan, yang mengerjakannya adalah ‘designer’ khusus.

·        Lantai 2 konsistori, tidak terlaksana menjadi ruang konseling dan kantor pendeta, lengkap dengan kursi tamu dan TV.

·        Perumahan pelayan (sebagian) sudah amat tidak layak (terutama bagi yang berkeluarga). Perlu hati yang jernih memikirkan hal ini. 


III. Penutup

Demikian beberapa pokok pikiran, rancangan arah program tahun 2011 serta evaluasi program tahun penatalayanan HKBP Sukajadi tahun 2010 ini. Kiranya kita dapat memberi tanggapan yang positif dan membangun, agar Tuhan semakin dipermuliakan melalui gereja kita, dan warga jemaatpun beroleh sukacita melalui pelayanan kasih kita.-

 

Pdt Banner Siburian, MTh

banner_siburian@yahoo.com

www.bannersiburian.blogspot.com

WASPADALAH, WASPADALAH !


Renungan Minggu Advent II, 5 Desember 2010: 



          Saudaraku yang kekasih ! Judul ini bukan mengacu kepada slogan bang napi di RCTI. Judul ini justru menyerukan sikap kita dalam ber-advent, menyambut kedatangan Anak Manusia. Apa hubungannya ? Agar kita tetap waspada. Jangan sampai kita terlena, apalagi tertidur. Sebab, kedatangannya bisa sebentar lagi, atau mungkin saja nanti malam, atau mungkin juga besok dan kapan saja. 

          Teks  Lukas 21:25-33 ini membuka kesadaran bagi kita dalam mengenal tanda-tanca zaman, khususnya dalam menyongsong kehadiranNya kelak. Dalam nats ini, kita melihat terjadinya gejala alam pada matahari, bulan dan bintang, ganasnya deru dan gelora laut serta kuasa-kuasa langit akan goncang (ayat 25-26). Bila kita simak dalam Markus 13:24-25, tanda-tanda alam itu semakin tidak lajim. Mengapa ? Bayangkan ! Matahari jadi gelap. Bulan tak bercahaya. Bintang-bintang berjatuhan.

          Di samping gejala alam itu, kita juga melihat adanya gejala sosiologis. Perhatikan ayat 26, bahwa bangsa-bangsa ketakutan dan kebingungan. Dalam Markus 13:8 disebutkan bahwa bangsa akan bangkit melawan bangsa, kerajaan melawan kerajaan, gempa bumi di berbagai tempat serta kelaparan di mana-mana. Lalu ada juga gejala psikologis (kejiwaan), yakni bangsa-bangsa ketakutan dan kebingungan, orang akan mati ketakutan serta hidup dalam kecemasan.  
                                     
          Meskipun kejadian alam, gejala sosiologis dan psikologis itu terjadi, maksud Firman ini bukan supaya kita menjadi panik dan melangkah tanpa arah. Kejadian-kejadian itu, belumlah akhirnya (ayat 28-31). Justru maksud semua peristiwa itu adalah agar kita bangkit kepada dua hal. Pertama : Kita terbangunkan dan mengangkat kepala, sebab keselamatan kita sudah dekat (ayat 28). Kedua : Agar kita membuka mata lebar-lebar melihat kedatangan Anak Manusia dengan segala kekuasaan dan kemuliaanNya (ayat 27). Inti seruan advent di sini: Angkat kepalamu dengan tegak dan buka matamu lebar-lebar untuk melihat. Tetapi, jangan hanya tegak, tetapi tidak melihat.  Itu namanya tegak berlagak ! 

          Waspadalah, agar jangan sampai peristiwa pilu tak membuat kepala kita tegak dan mata kita terbuka. Tsunami Aceh dan Nias, bencana Warrior dan gunung Merapi Yogyakarta serta tsunami Mentawai, sejatinya membuat kita lebih mendekatkan diri kepadaNya. Pertanyaan yang harus kita jawab adalah: adakah semua itu membuat kita semakin waspada akan hidup kita ke depan ? 
                                     
          Saudaraku ! Suatu ketika, kita akan lenyap juga dari bumi ini. Tubuh kita ini suatu saat akan kembali ke tanah, dikuburkan ke dalam tanah, lalu di makan cacing di sana. Kita tidak tahu kapan kita mati dan kapan pastinya Yesus Kristus datang kedua-kalinya. Karena itu, waspadalah, agar jangan sampai kita menyandarkan hidup kepada apa yang akan berlalu, tetapi kepada apa yang tidak berlalu, yakni Firman Allah (ayat 33). Advent II ini menyerukan: Keselamatan kita sudah dekat. Jangan sampai kepalamu tidak tegak. Jangan sampai matamu tidak melihat. Jangan sampai kita bersandar kepada apa yang akan berlalu. Waspadalah. Waspadalah ! 

 

Pdt Banner Siburian, MTh