Minggu, 13 Januari 2013

BERTEOLOGI DALAM KHOTBAH


BERTEOLOGI DALAM KHOTBAH
(Sebuah Pengantar Sederhana)
Pdt Banner Siburian

Pengantar 

          Yang saya maksudkan dengan judul ini adalah khotbah, sebagai salah satu tugas panggilan terpenting dalam pelayanan. Khotbah bertolak dari 3 bentuk Firman, yaitu: Firman yang diberitahukan, yang tertulis dan yang dinyatakan. Sering muncul bahaya pencampuradukan ucapan pengkhotbah sendiri dengan Firman Allah. Sehingga yang nampak adalah ide pengkhotbah dan dirinya sendiri. Padahal Kristuslah yang tetap harus dikhotbahkan.
          Tulisan sederhana ini dimaksudkan untuk menghidupkan motivasi serta kerelaan dan kesediaan berkhotbah, bagi segenap parhalado yang ada di gereja kita. Sebab ternyata, masih banyak ditemui, seseorang parhalado enggan atau merasa takut berkhotbah. Pernah juga dijumpai seseorang parhalado, hingga pensiun belum pernah berkhotbah. Dan di sisi lain, khotbah yang disampaikan hendaknyalah khotbah yang menyelamatkan (Yak 1:21), memberi hikmat (2 Tim 3:15), memberi pengajaran (2 Tim 3:16), membangun hidup (Kis 20:32) serta menghibur umat (Yes 40:1; 51:12; 2 Kor 1:4; 1 Tes 5:14; 2 Tes 2:17). 
          Dalam sekolah Teologi, Ilmu Berkhotbah disebut dengan Homiletika. Kata Homiletika berasal dari kata Yunani Homilia, yang arti sederhananya adalah percakapan dari hati ke hati (Luk 24:14; Kis 20:11). Tekanan utama dari perkataan ini ialah bentuk dan cara percakapan itu, yakni percakapan antara sesama saudara secara timbal balik, dan bukan pada isi percakapan atau apa yang dipercakapkan. Kata lain yang sepadan dengan Homiletika ini adalah Kerussein, artinya: mengumumkan sesuatu dengan suara nyaring dan keras (bnd. Mat 3:1; Mrk 16:15). Apa yang diberitakan adalah Kerygma (berita, amanat), sedangkan orang yang memberitakannya disebut keruks. Pemberita ini hanyalah alat. Ia tidak menyampaikan berita yang dibuatnya sendiri, tetapi berita dari yang mengutusnya. Kata Kerussein ini sering dihubungkan dengan Euanggelion (Injil, Kabar Baik). 
 

Alkitab dan Pengkhotbah

          Banyak pengkhotbah apatis bahkan takut berkhotbah. Alasannya macam-macam. Tetapi bila kita jujur, maka penyebab utamanya adalah: dia sendiri (pengkhotbah) tidak yakin akan dirinya serta tidak percaya diri. Dan yang paling utama, dia sendiri tidak yakin akan tuntunan Tuhan kepadanya. Jadinya, jemaat sendiripun tidak yakin lagi akan ucapan khotbahnya.  
          Pertanyaan yang sering muncul di benak kita adalah: Siapakah yang percaya kepada berita yang kami dengar ? (Yes 53:1; bnd. Yoh 12:38; Rom 10:16). Dan tidak bertanya: ”Bagaimanakah saya berkhotbah” ?  Pengkhotbah menjadi gusar, tertekan dan tergoda bertanya: ”Bagaimana saya dapat menjadikan apa yang hendak saya katakan itu relevan” ?  
          Untuk ini baiklah dipahami secara bersama, bahwa Alkitab adalah peristiwa yang senantiasa hidup ! Karena itu, Alkitab akan kita baca dengan hidup pula. Alkitab bukan sesuatu yang terjadi pada masa lampau saja, untuk diterapkan atau direlevansikan dengan hidup sekarang. Alkitab bukan saja relevan, tetapi memang hidup sepanjang zaman (Ibr 13:8). Martin Luther mengingatkan kita dengan mengatakan bahwa Kristus bukan saja pernah hidup, tetapi Ia masih tetap hidup, dan akan tetap hidup. Kristus bukan saja jadi ”martir”, tetapi Ia juga pemenang, dan tetap akan menjadi pemenang.
          Tetapi lebih berbahaya lagi, bila jemaat mempercayai seluruhnya yang dikatakan pengkhotbah, bila dia bukan lagi mengkhotbahkan Kristus, tetapi dirinya sendiri dan idenya. Lidah memang tak bertulang. Dia hanya sekitar 1 ons, tetapi bisa membakar dunia. Dia memang lembut, basah dan dingin, tetapi juga bisa membakar. Dalam bahasa Batak ada teka-teki: Ibana na sumio, hape tonu torus. Karena itu, kita harus terus melatih diri untuk beribadah. Berkhotbah adalah sekaligus ibadah kita (bnd. 1 Tim 4:7-8). Hal ini mesti kita waspadai. Hati-hatilah para pengkhotbah (Yak 3:1-12). Pengkhotbah juga tidak dapat menghindari penghakiman (bnd. Mzm75:8; Yes 3:14ยช).            

 

Mampukah Kita Berkhotbah ?

          Sesungguhnya kita tidak dapat memikul beban tugas pemberitaan. Kita juga tidak dapat berbicara tentang Allah. Paling secara intelektual. Itupun tidak tahu betul. Namun, ketidakmampuan manusiawi kita dalam berkhotbah dan berbicara tentang Allah hanya dapat dinilai atas dasar perintah ilahi untuk memberitakan Injil (1Kor 9:16). Inilah beban setiap pengkhotbah, laksana api yang menyala-nyala terkurung dalam tulang-tulang (Yer 20:9). Berkhotbah, juga adalah konsekwensi logis terhadap apa yang kita lihat dan dengar (Kis 4:20). Untuk ini tidak ada tawar menawar. Apa yang kita lihat dan dengar, yaitu kemurahan Allah dan suaraNya, itulah yang diberitakan.  
          Banyak orang bertanya: Apakah harus ? Ada yang mengatakan: Saya tidak mampu ! Benar, kita memang tidak mampu, namun dimampukan oleh Allah melalui Roh Kudus. Kita memang terbatas, namun kita disanggupkan olehNya. Karena itu, marilah kita meminta kekuatan kepada yang tidak terbatas itu. Kita memang tidak mampu, tetapi dimampukan Allah melalui kuasa Roh Kudus (2 Kor 12:9). Khotbah adalah hutang yang mesti dibayar. Suatu harga yang tidak pernah lunas. Tugas pelayanan ini harus selalu dibayar tunai, tetapi bukan berarti pernah lunas (2 Tim 4:5).
          Dengan berkhotbah, haruslah kita pahami sebagai ”tugas dan beban” yang Kristus berikan. Karena itu, siapa yang menghindar dari tugas itu, sebenarnya dia berontak kepada suruhan Kristus. Apalagi dia seorang pelayan, berkhotbah sebaiknya tidak menjadi ”batu sandungan”. Karena itu marilah kita benahi diri serta memberi diri dikuasai Firman Allah (Yer 20:9). Kehadiran para pembawa berita sangatlah indah (Yes 52:7) dan akan menerima upah yang manis (1 Tim 5:17). Hal ini akan membuat hati kita lega dan tentram, bila kita mau menunaikan tugas pelayanan dalam berkhotbah.

 

Pelayan dan Khotbah !

          Pelayan haruslah berkhotbah. Khotbah haruslah tetap kontinu dan disusul pada hari-hari berikut. Membiasakan diri menghindari berkhotbah, maka selanjutnya akan terasa seperti bumerang, atau badan terasa berat sekali. Roster yang ada tentulah sangat membantu. Kontinu, memaksudkan bahwa Firman yang dikhotbahkan pada umat bukan sekali untuk selamanya. Sesudah itu tamat. Kita juga tidak berbicara seperti ”pengkhotbah-pengkhotbah ulung”, seolah-olah hal itu lebih sah dari khotbah orang lain, dan seolah-olah khotbah yang berikut tidak diperlukan lagi.  ”Pengkhotbah Ulung” hanya ada dalam pikiran orang-orang saleh yang ”picik” .
          Kita benar, manusia dan pelayan berdosa, yang sebenarnya tidak layak berkhotbah. Namun, Tuhan masih memakai kita sebagai alatNya. Hal itu harus dipahami setiap parhalado sebagai anugerah. Sebab itu, saat berkhotbah, kita tetap sebagai manusia pendosa, yang dikuatkan dan dimampukan Allah (Rom 10:16). Tidak mungkin karena kita seorang pengkhotbah seorang pendosa, jadinya Firman tidak diberitakan. Firman Allah tidak akan kembali begitu saja dengan sia-sia (Yes 55:11). Firman Allah itu sendiri adalah seperti palu yang bergema dan menggemakan (Yer 23:29). Firman itu juga adalah ”Kekuatan Allah” (1 Kor 1:18).          Tanpa kitapun, Firman Allah akan tetap bergema. Tidak mungkin Firman menjadi berhenti, bila kita malas, menghindar, menolak untuk berkhotbah. Firman itu sendiri juga bekerja (bnd. Mat 3:9; Luk 3:8). Karena itu, janganlah sombong atau sebaliknya jual mahal, sebab tanpa kitapun, langit dan cakrawala akan memberitakan Kabar Baik itu (Mzm 19:2-5; bnd. Yes 65:1; BE. 143:4). Persoalannya adalah apakah jawaban kita atas Roma 10:13-15  atau misalnya saja dengan Yes 6:8 ?

Khotbah dan Defenisinya !

          Hemat saya, sulit sekali mendefenisikan khotbah. Kita hanya dapat mendengarkan khotbah (Rom 10:17). Isi khotbahlah yang membuat kita mengerti apa sebenarnya khotbah itu, dan menugaskan kita mengkhotbahkan suatu khotbah. Kedengarannya, hal ini tidak logis, tetapi inilah logika yang Alkitabiah. Sebab, memang hanya Kristuslah satu-satunya pengkhotbah yang benar. Karena itu, janganlah coba-coba membuat Firman itu tergantung kepada kita, tetapi kitalah yang tergantung pada Firman itu (2 Kor 4:7-10). Bodoh atau pintar, kuat atau lemah, Allah-lah yang berbicara melalui kita.
          Khotbah haruslah positif. Setiap khotbah harus mengungkapkan kehendak Allah yang penuh kasih karunia untuk membela orang berdosa di dalam Kristus Yesus. Khotbah menawarkan sesuatu yang tidak dapat diberikan dunia. Khotbah menawarkan apa yang Tuhan berikan (Wahyu dan Penyataan). Sebab itu, berkhotbah bukanlah kemuliaan kita, sebab kita hanyalah mengkhotbahkan apa yang bukan dari kita. Kita hanya bertugas mengkhotbahkannya, sekaligus  mendengarkannya (Pil 2:10-11; Yoh 4:35).
          Hal ini menopang otoritas pengkhotbah untuk melakukan tugasnya dengan sukacita. Tidak tergesa-gesa, tetapi juga tidak bermalas-malas, bersifat menunggu. Bukan juga di bawah tekanan, tetapi di bawah perintah dan perlindungan Allah. Bukan karena paksaan, tetapi kerelaan, keterpanggilan mendengar dan menjawab panggilan pengutusan Allah. Dan satu lagi, tetaplah dalam pengharapan yang penuh.
          Perlu ditambahkan, khotbah adalah juga bagian dari diri pengkhotbah. Jika tidak, maka berkhotbah tidak lain daripada gong yang berkumandang, atau canang yang gemerinding saja” (1 Kor 13:1). Kepribadian, tergolong suatu unsur khotbah. Sebaliknya, khotbah adalah menyatunya pribadi kita dengan Allah yang bersuara melalui kita.

Pengkhotbah dan Tujuan Khotbah

          Pengkhotbah adalah duta besar Yesus Kristus. Duta besar (Apostel= utusan) bertugas mewakili tuannya menyampaikan pesan dan titah rajanya. Dia tidak mempunyai hak pribadi dalam tugasnya, tetapi yang mengutusnyalah (Mat 10:16). Dia juga tidak mempunyai hak pribadi untuk merobah ataupun menggeser (”merekayasa”) pesan yang dibawa, tetapi siapa yang memberi pesan, Dialah yang berdaulat.
          Tujuan pokok khotbah adalah menyampaikan Firman Allah, sehingga manusia MENGENAL Tuhan Allah, MENEMUKAN, MENERIMA dan MENJADIKANNYA sebagai PEGANGAN HIDUP, lalu membiarkan dan merelakan Allah berkuasa bekerja dalam dirinya. Dengan khotbah, menjadi ada hubungan yang hidup antara manusia dengan Yesus Kristus. Artinya, pengkhotbah tidak semata bertujuan membuat orang menjadi ”orang baik”, tetapi membuatnya sebagai ”pengikut Kristus”. Orang baik belum tentu orang kristen. Tetapi pengikut Kristus yang benar, akan otomatis menjadi orang baik. ”Orang baik” bagi iman kristen adalah akibat dari mengikut Kristus.

Persiapan Khotbah

          Belajar dan bekerjalah dengan rajin dan tekun. Lalu, pilih dan berilah waktu yang khusus untuk bersekutu dengan Allah sebelum memulai dan mempersiapkan khotbah. Kemudian, mulailah dengan setia di dalam doa, berbicaralah kepadaNya dan kemudian kepada orang-orang di dalam khotbah. Sediakanlah waktu khusus untuk persiapan khotbah. Jangan menyalahkan dan menuduh Roh Kudus dengan berkata: Ah, kan Roh itu yang berbicara. Tak usah ada persiapan. Ingat, kita percaya, bukan tolol. Ungkapan seperti itu hanyalah milik seorang yang malas dan sombong (1 Kor 14:14-15).
          Khotbah bukan pidato atau ceramah. Karena itu, betul-betul mesti dipersiapkan. Khotbah sebenarnya tidak boleh membosankan, kecuali pidato, ceramah atau yang lain. Firman Allah tidak akan membosankan, kalau terus digali kekayaannya. Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru tidak perlu pilih kasih, ditonjolkan atau dibelakangkan. Keduanya adalah satu: Alkitab !
          Tentu, semuanya mesti didahului dengan doa, meditasi yang sungguh serta perenungan secara berulang-ulang inti pokok pemberitaan yang akan diberitakan. Lalu, kita mesti yakin akan kebenaran Firman Tuhan itu sendiri. Sebab mengkhotbahkan sesuatu yang tidak dipercayai, akan menjadikan seseorang menjadi ragu, dan menjadikan diri sebagai penjual Firman. Lalu, kita sebaiknya mesti menentukan kerygma (pokok pikiran, pesan, arti, makna, kebenaran) dari teks Alkitab itu sendiri. Kemudian, merenungkan dan menentukan penerapan kerygma itu dalam situasi konkrit jemaat atau pendengar masa kini.

 

Beberapa Hal Praktis


C Khotbah, bukan omong-omong; tetapi menyampaikan Kabar Baik. Berdirilah dengan tegak, lihatlah sekeliling dengan tenang dan pandanglah wajah segenap jemaat sebagai saudara.
 C Khotbah dan mimbar, bukan arena balas dendam yang tidak gerejawi dan bukan pula arena penampilan, mencari kesempatan dalam kesempitan. Apalagi kampanye segala macam yang tidak gerejawi.
C Semua pendengar khotbah harus mendapat bagian dan dimengerti (Batak: Ris).  Khotbah semestinya dapat ditangkap sesuai dengan tingkat kemampuan bahasa yang dimiliki pendengar atau jemaat.
C Pengkhotbah harus tetap menyadari dirinya sebagai manusia. Pendengar juga adalah manusia (bukan setan dan bukan pula malaikat sehingga harus takut dan tunduk). Sebab itu, perlu pendekatan manusiawi, dengan pikiran dan perasaan serta budaya yang mereka miliki yang membangun.
C Memberi khotbah yang komunikatif dan sapaan yang hidup. Tidak monoton dan simbolis, tidak hanya kata-kata, tetapi juga dengan gerak-gerik dan mimik secukupnya. 
C Ada kesan dan pesan (sipeopon) ni naumbegesa. Ada juga himbauan atau nasehat (soso-soso) serta panggilan untuk bertobat.
C Berkhotbah dengan diri sendiri, dan  buah refleksi rohani dari diri sendiri.
C Secara tematis, sebaiknya khotbah tidak lebih dari 3 sub thema.
C Pengkhotbah menghadapi jemaat (massa) secara prima serta antisipatif terhadap gangguan yang mungkin terjadi (bisikan, gesekan sepatu, menguap)  dan lain sebagainya.  
C Memahami illustrasi dan memakainya jika tidak bertentangan dengan nats khotbah (jelas motivasi dan tujuan). Hindarilah illustrasi yang tabu, menyindir dan bersifat vonnis. Illustrasi yang sama, jangan terlalu sering diulangi, apalagi dalam tempat yang sama.  Illustrasi yang baik haruslah memperjelas khotbah, sekaligus meningkatkan emosi pendengar atau jemaat secara proporsional.
C Hindarilah uraian yang berbau sinisme, vonnis dan persepsi negatif. Janganlah melanjutkan apriori yang negatif.
C Janganlah memakan jengkol atau petai bila hendak berkhotbah (bnd. ah, bau joring do poang parhalado i, jamitana pe tong bau jengkol). 
C Tidak memukul-mukul mimbar atau benda-benda lainnya.  
C Tidak berdialog secara sengaja, apalagi berkepanjangan (bayangkan kalau jemaat bergurau dan menjawab: Oh tidaklah yauw, ah masa....). 
C Sebaiknya, tidak sampai tergoda meniru dan mempraktekkan kegelisahan dan kritik jemaat. 
C Tidak lari dari rel (perikop khotbah yang sudah ditentukan), apalagi yang tidak ada kaitannya secara tematis. 
C Janganlah pernah mencoba berpura-pura menyatakan: tertulis di surat ini....., di ayat ini...., padahal sesungguhnya tidak benar. 
C Tidak berapologet murahan antara Majelis jemaat dengan anggota jemaat, apalagi dalam rangka menciptakan gap, atau memaksa diri agar berwibawa.  
C Sebelum berkhotbah, makanlah makanan yang biasa. Dan janganlah lupa sikat gigi ! Tampillah seadanya sebagai diri sendiri yang sesungguhnya. Janganlah tergoda untuk meniru-niru cara, gaya dan suara orang lain. 
C Hindarilah berbicara “ala moerdiono”. 
                                               
          Sekali lagi tentang illustrasi (dari kata “Illustate” artinya  memberi terang) haruslah memberi kejelasan akan khotbah. Charles Haddon Spurgeon (1984-1892) berkata: Ilustrasi yang tepat dan jitu akan melekat dalam jiwa, seperti mata kail pada mulut ikan. 

Penutup

          Setiap kali Firman Tuhan dikhotbahkan, setiap kali pula hati kecil manusia menjadi bahagia, luas dan pasti di hadapan Allah. Firman itu penuh karunia, pengampunan serta kata-kata yang baik dan bermanfaat. Hati kecil juga menjadi sedih, kecil, khawatir, karena diperlihatkan apa yang tidak diperbuat manusia dalam segala sesuatu yang seharusnya diperbuat.
          Tuhan menguatkan kita dalam tugas pelayanan, khususnya dalam hal berkhotbah. Sinarilah kegelapan dengan terang (2 Kor 4:6). Janganlah menganggap diri pandai (Rom 11:25; 12:16). Namun, bila merasa tidak mampu, yakinlah Tuhan akan memperlengkapi, menguatkan serta menguatkan anda (Dan 1:17; Kel 4:10). Kiranya tulisan pendek ini dapat kembali menggugah motivasi dan semangat segenap pelayan partohonan di HKBP, untuk terpanggil secara tulus dan rela untuk menyampaikan Firman Allah melalui khotbah. Marilah kita juga renungkan kembali Roma 8:37-39; Yer 20:9 dan 1 Kor 9:18-18.- 

bs.doc

PENGETAHUAN ISI AKITAB: PL


PERJANJIAN LAMA(PL)

(Pengantar teologis untuk Pengantar PIA dan Teologi PL untuk calon Sintua HKBP Rawamangun)


A. Pentingnya Mempelajari Perjanjian Lama


1.  Perjanjian Lama (PL) merupakan Alkitab Yesus Kristus: 
a. Yesus Kristus mengenal Sejarah Perjanjian Lama (Yoh 3:14; bnd. Bilangan 21:4-9). 
b. Yesus Kristus mendasarkan pengajaranNya pada Perjanjian Lama (Mat 5:17; bnd. Mrk 11:17). 
c. Yesus Kristus menggunakan Perjanjian Lama untuk menentang pencobaan (Mat 4:1-11). 
d. Yesus Kristus menyatakan bahwa nubuat-nubuat Perjanjian Lama digenapi dalam diriNya (Luk 4:16-21; Yoh 15:25). 

2.  Perjanjian Lama (PL) sering dikutip oleh Perjanjian Baru (PB). Ada kurang lebih 2650 kutipan dari PL dalam PB. Ada 350 kutipan langsung, dan 2300 kutipan tidak langsung dan persamaan bahasa.
      Kitab Yesaya dan Mazmur paling sering dikutip (masing-masing lebih dari 400 kali_. Dan hanya Kidung Agung yang tidak ada kutipan ke dalam Perjanjian Baru. 

3.  Allah yang Esa dalam Perjanjian Lama adalah sama dengan Bapa Tuhan Yesus Kristus.
a. SifatNya sama (Mahakuasa, Maha Kudus, Maha Pengasih, dsb). 
b. RencanaNYa sama (keselamatan manusia dan dunia serta penyempurnaan dunia yang diciptakanNya). 
c. TuntutanNya sama (hidup suci, kasih kepada Allah dan kasih kepada manusia). 

B. Susunan Perjanjian Lama (Kanon) 

             
      Ada dua (2) kanon Perjanjian Lama (PL) yang penting, yaitu ”Kanon Ibrani” dan ”Kanon Yunani”. Isinya sama, tetapi susunan kitab-kitabnya berbeda.
      Kanon Ibrani adalah daftar isi yang berlaku untuk Alkitab dalam bahasa Ibrani. Kanon Ibrani terdiri dari 24 Kitab, yang dibagi atas 3 kelompok, sebagai berikut:
a. Tora (Taurat): Kejadian – Ulangan
b. Nebiim (Nabi-Nabi):
b.1.   Terdahulu (Yosua, Hakim-hakim, Samuel, Raja-raja).
b.2.   Nabi-Nabi Kemudian (Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, 12 Nabi). 
c. Ketubim (Kitab-kitab): Mazmur, Amsal, Ayub, Kidung Agung, Rut, Ratapan, Pengkhotbah, Ester, Daniel, Ezra, Nehemia, Tawarikh).  
Kanon Yunani menjadi 39, karena sebagian yang satu bagian dalam kanon Ibrani dihitung dua sesuai dengan bagiannya (misalnya 1 dan 2 Samuel).
          Kanon Yunani, dibagi menjadi 4 bagian besar, yakni: 

a. Taurat: Kejadian – Ulangan (Pentateukh). 
b. Sejarah: (I). Yosua – Raja-raja. (II) 1 Tawarikh – Ester. 
c. Sastra: Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah, Kidung Agung. 
d. Nubuat: (I) Nabi Besar (Yesaya – Daniel). (II). Nabi kecil (Hosea – Maleakhi). 

 

C. Penulisan Perjanjian Lama (PL) 


          Menurut Tradisi Yahudi dan Kristen, Kitab-kitab Taurat ditulis oleh Musa. Tetapi pendapat itu makin berkembang. Ditemukan teori-teori 4 sumber Kitab Taurat, sebagai berikut: 
a. Sumber Y, yaitu sumber yang menggunakan nama Yahweh untuk menyebut Tuhan Allah. 
b. Sumber E, yaitu sumber yang menggunakan nama Elohim untuk menyebut Tuhan Allah. 
c. Sumber D, yaitu sumber yang terdapat khususnya dalam kitab Ulangan (Latin: Deuteronomium). 
d. Sumber P (Priestercodex), yaitu sumber yang terdiri dari tradisi-tradisi para imam. 
     
          Secara umum, isi Taurat itu adalah sebagai berikut: 
a. Kejadian: Pengantar Taurat dan tentang Nenek Moyang Israel. Kata Ibrani yang dipakai menyebut Kitab Kejadian ini adalah Beresyit (artinya: Permulaan, sekaligus sebagai kata pertama Kitab). 
b. Keluaran: Tentang keluarnya Israel dari Mesir dan Perjanjian di Sinai. Kitab ini juga sering disebut dengan Exodus. Kata pertama Ibrani adalah Eleh Syemot, artinya: Inilah nama-nama). 
c. Imamat: Bersisi peraturan Ibadat, Hukum-hukum kultis dan etis. Kitab ini juga disebut dengan Leviticus. Kata Ibrani pertama dalam Kitab adalah Wayyiq’ra, artinya: Dan Dia memanggil. 
d. Bilangan: Perjalanan menuju tanah perjanjian, dan hukum-hukum. Kitab ini sering disebut dengan Numeri. Kata pertama dalam Kitab ini adalah Bemidbar, artinya: Di Padang gurun.
e. Ulangan: Persiapan untuk memasuki tanah Perjanjian. Juga kumpulan khotbah, Hukum Kultis, etis sosial politis. Buku ini disebut juga Deuteronomium (Ulangan Undang-undang). Kata pertama dalam Kitab ini adalah Eleh Haddevarim, artinya: Inilah perkataan-perkataan.- 

Lagu Ibrani: Mazmur 118:26,29 (F=do)

Barukh habba besye’m Adonay
Be-rakhnukhe’m mibbet Adonay
Hodu ladonay kitov, ki le’olam khasdo


bs.doc.papl