Sabtu, 26 Maret 2011

HKBP (Heine, Klammer, Betz P-van Asselt


H.K.B.P.

(Heine, Klammer, Betz, P-van Asselt)


Pecahnya Perang Hidayat
Perang Banjar pecah di Kalimantan tahun 1859. Pangeran Hidayat, pemimpin rakyat Banjar melakukan perlawanan besar kepada kolonial Belanda. Pasalnya, Belanda berniat mengukuhkan seorang calon sultan yang tidak dikehendaki rakyat. Maksudnya: Sultan boneka belanda. Maka terjadilah perang. Dan ternyata, perang itu berakibat sangat fatal terhadap masa depan dan kelangsungan penginjilan di sana.
Perang itu lama-lama semakin meluas. Awalnya perang itu hanya memancing kebencian kepada kolonial Belanda, namun kemudian meluas menjadi kebencian kepada bangsa Eropah pada umumnya. Missi zending Rheinisce Mission Gesellschaft (RMG) dari Jerman pun ikut kena batunya. Dalam perang Hidayat itu, tiga orang Pekabar Injil dari Jerman tewas terbunuh. Yang lain mengungsi, termasuk Klammer.
Pekerjaan RMG di Kalimantan menjadi tertimpa bencana. Maka, pimpinan RMG di Jerman saat itu, Dr Friedrich Fabri melakukan kunjungan ke Belanda. Di Belanda Friedrich Fabri bertemu dengan van der Tuuk, seorang ahli di negara Belanda yang banyak menulis tentang ke-Batak-an. Van der Tuuk memberi masukan kepada Dr Fabri, agar turut mempertimbangkan tanah Batak sebagai wilayah penginjilan mereka, khususnya yang ada di daerah Sipirok.
Memutar Haluan Penginjilan

Mengingat kondisi Kalimantan yang sudah tidak memungkinkan lagi untuk meneruskan pelayanan penginjilan, maka Tuhan menggerakkan hati dan pikiran Dr Friedrich Fabri untuk memutar haluan ke tanah Batak. Lalu RMG mengutus dua orang pekabar Injil ke tanah Batak, yakni Johann Carl Klammer dan Wilhelm Carl Heine (Di sini perlu pendalaman lebih lanjut. Dr Jan S Aritonang, menyebut bahwa dua zendeling RMG itu adalah Klammer dan Betz, dalam bukunya: Sejarah Pendidikan Kristen, BPK-GM, Jakarta, 1988, hl 147).
Sebelumnya pekabar Injil dari Belanda telah ada melayani di tanah Batak. Lalu Heine dan Klammer menemui mereka di sana, yakni van Asselt dan Betz. Mereka bertemu pada tanggal 7 Oktober 1861 di Parausorat (Bukan tahun 1863, seperti ditulis oleh Th van den End dalam: Harta Dalam Bejana (Sejarah Gereja Ringkas), BPK-GM, 1987, hl 263). Pada pertemuan itu mereka menggumuli secara khusus Kitab Mika 4:1 yang mengatakan: “ Gunung rumah TUHAN  akan berdiri tegak mengatasi gunung-gunung dan menjulang tinggi di atas bukit-bukit; bangsa-bangsa akan berduyun-duyun ke sana”.
Kesepakatan Parausorat

Dalam pertemuan dan perundingan delapan mata itu, mereka membicarakan apa dan bagaimana strategi untuk pekabaran Injil ke tanah Batak. Mereka tiba pada kesepakatan untuk membagi pekerjaan pekabaran Injil berdasarkan wilayah. Klammer melayani di Sipirok, Betz melayani di Bungabondar. Sementara itu, van Asselt dan Heine bertugas melayani ke tanah Batak bagian utara. Mereka juga menyepakati pembangunan dalam tiga pilar pelayanan pargodungan (christendom) secara simultan, yaitu: secara serentak membangun gereja, sekolah dan pusat pelayanan kesehatan.
Pertemuan dan kesepakatan di Parausorat itu, merupakan pertemuan yang amat bersejarah. Bersejarah, karena dengan pertemuan itu pekabaran Injil dilakukan secara terorganisir di tanah Batak. Strategi, kesepakan dan pembagian tugas ini menjadikan Injil menyebar dengan cepat. Buktinya,  Klammer mendirikan jemaat Sipirok dan Betz mendirikan jemaat Bungabondar, keduanya pada tahun 1861 itu. Dan pada tahun 1862, van Asselt mendirikan jemaat di Sarulla, sementara Heine mendirikan jemaat Sigompulon.
Pertemuan dan kesepatakan ke-empat pekabar Injil itulah yang kemudian dijadikan sebagai tanggal lahir HKBP. Entah karena kebetulan, nama awal mereka telah turut menginspirasi nama HKBP, yaitu: Heine, Klammer,  Betz, dan P-van Asselt. Kita tahu, huruf v dalam ‘surat Batak’ tidak ada. Kemudian, kalau nenek-moyang kita mengatakan huruf ‘v’, agaknya capek, dan sedikit kurang sopan, karena harus sedikit menjulurkan bibir ke depan (coba saja). Maka nenek moyang kita menyederhanakannya dengan menyebut huruf ‘v’ menjadi ‘p’. Maka, menyebut van Asselt lebih gampang dan lebih pas dengan melafalnya menjadi ‘Pan Asselt’.

Konferensi Pekabar Injil 1905

Pada rapat itu, mereka menyepakati bersama tempat atau daerah yang akan mereka layani. Mereka tidak ingin bekerja dan melayani secara terpisah. Mereka bertekad melayani dengan bersatu padu serta terpadu. Untuk selanjutnya mereka mengadakan rapat tahunan, untuk membicarakan segala sesuatu yang berkaitan dengan usaha dan upaya pekabaran Injil di tanah Batak. Dengan adanya rapat atau konperensi tahunan itu, para pekabar Injil telah mempunyai satu tonggak yang kuat sekaligus sebagai tumpuan mereka dalam melayani di tanah Batak.
Tanggal 7 Oktober ini, kemudian pada Konferensi Pekabar Injil tahun 1905, disepakati oleh peserta dengan menjadikannya sebagai hari jadi atau tanggal lahir HKBP. Tanggal ini dipilih berdasarkan hari pertemuan kesepakatan dan pembagian tugas penginjilan ke empat penginjil, yakni: Heine, Klammer, Betz dan van Asselt yang bertempat di Parausorat, dekat Sipirok. Nama lengkap mereka adalah: Wilhelm Carl Heine, Johann Carl Klammer, Friedrich Wilhelm Gottlieb Betz dan Gerrit van Asselt. Diputuskan juga pada saat konferensi Pekabar Injil itu, bahwa pada setiap tanggal 7 Oktober itulah HKBP merayakan jubileumnya.
 Sebetulnya, setengah tahun sebelum pertemuan 7 Oktober, sebelumnya, tepatnya tanggal 31 Maret 1861, merupakan hari yang sangat bersejarah juga di tanah Batak. Mengapa ? Karena pada tanggal 31 Maret 1861 itulah baptisan pertama dilakukan di tanah Batak. Pada tanggal itulah, Simon Siregar, seorang anak raja, dan Jakobus Pohan Tampubolon, seorang bekas budak yang ditemukan van Asslet di Barus, dibaptiskan. Kedua orang itulah orang Batak yang pertama mengaku Yesus Kristus sebagai Juruselamat. Namun bukan tanggal ini yang dijadikan sebagai hari jadi atau tanggal lahir HKBP.
Lahirnya HKBP tidak dilandaskan pada satu hasil badan zending, tetapi kebersamaan zending RMG dan zending Ermelo (atau ‘gereja bebas’) dari Belanda. Sedikit berbeda dengan pemahaman Pdt A. Panggabean. Menurutnya, pembabtisan pertama adalah tanggal 2 April 1861. Ini merupakan karya penginjilan badan zending, yang disebut dengan “gereja bebas”, yang mengirim 4 orang penginjil, yakni: van Asselt, Damerboer, van Dalen dan Betz).
HKBP Kini dan Masa Mendatang

Maha besar kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kepada kita gereja HKBP secara khusus dan kepada ‘bangso’ Batak secara umum. Hingga Januari 2011 (Lihat: Pdt Ramlan Hutahaean, MTh: Berakar, Dibangun, Tumbuh di Dalam Dia, Kantor Pusat HKBP Pearaja Tarutung, 2011, hl 93), HKBP telah memiliki 4,1 juta jiwa. Jumlah yang sangat luar biasa ini, dilayani di dalam 26 distrik, 614 ressort, 3.226 huria atau jemaat. Selain itu juga terdapat 41 pos pelayanan Injil dan 25 pos pekabaran Injil.
HKBP kini dilayani oleh hamba-hamba Tuhan, dengan 2.590 orang pelayan tahbisan. Mereka terdiri dari 1.470 pendeta, 428 huru huria, 408 bibelvrouw dan 284 diakones. Diperkiran pada penghujung tahun 2011 ini, para hamba Tuhan yang melayani di seluruh HKBP akan mencapai 2.861 orang. 
Selamat berjubileum 150 tahun HKBP. Horas HKBP !
        

Pdt Banner Siburian, MTh
www.bannersiburian.blogspot.com

Jumat, 25 Maret 2011

HKBP (Heine, Klammer, Betz P-van Asselt



Pecahnya Perang Hidayat
Perang Banjar pecah di Kalimantan tahun 1859. Pangeran Hidayat, pemimpin rakyat Banjar melakukan perlawanan besar kepada kolonial Belanda. Pasalnya, Belanda berniat mengukuhkan seorang calon sultan yang tidak dikehendaki rakyat. Maksudnya: Sultan boneka belanda. Maka terjadilah perang. Dan ternyata, perang itu berakibat sangat fatal terhadap masa depan dan kelangsungan penginjilan di sana.
Perang itu lama-lama semakin meluas. Awalnya perang itu hanya memancing kebencian kepada kolonial Belanda, namun kemudian meluas menjadi kebencian kepada bangsa Eropah pada umumnya. Missi zending Rheinisce Mission Gesellschaft (RMG) dari Jerman pun ikut kena batunya. Dalam perang Hidayat itu, tiga orang Pekabar Injil dari Jerman tewas terbunuh. Yang lain mengungsi, termasuk Klammer.
Pekerjaan RMG di Kalimantan menjadi tertimpa bencana. Maka, pimpinan RMG di Jerman saat itu, Dr Friedrich Fabri melakukan kunjungan ke Belanda. Di Belanda Friedrich Fabri bertemu dengan van der Tuuk, seorang ahli di negara Belanda yang banyak menulis tentang ke-Batak-an. Van der Tuuk memberi masukan kepada Dr Fabri, agar turut mempertimbangkan tanah Batak sebagai wilayah penginjilan mereka, khususnya yang ada di daerah Sipirok.
Memutar Haluan Penginjilan

Mengingat kondisi Kalimantan yang sudah tidak memungkinkan lagi untuk meneruskan pelayanan penginjilan, maka Tuhan menggerakkan hati dan pikiran Dr Friedrich Fabri untuk memutar haluan ke tanah Batak. Lalu RMG mengutus dua orang pekabar Injil ke tanah Batak, yakni Johann Carl Klammer dan Wilhelm Carl Heine (Di sini perlu pendalaman lebih lanjut. Dr Jan S Aritonang, menyebut bahwa dua zendeling RMG itu adalah Klammer dan Betz, dalam bukunya: Sejarah Pendidikan Kristen, BPK-GM, Jakarta, 1988, hl 147).
Sebelumnya pekabar Injil dari Belanda telah ada melayani di tanah Batak. Lalu Heine dan Klammer menemui mereka di sana, yakni van Asselt dan Betz. Mereka bertemu pada tanggal 7 Oktober 1861 di Parausorat (Bukan tahun 1863, seperti ditulis oleh Th van den End dalam: Harta Dalam Bejana (Sejarah Gereja Ringkas), BPK-GM, 1987, hl 263). Pada pertemuan itu mereka menggumuli secara khusus Kitab Mika 4:1 yang mengatakan: “ Gunung rumah TUHAN  akan berdiri tegak mengatasi gunung-gunung dan menjulang tinggi di atas bukit-bukit; bangsa-bangsa akan berduyun-duyun ke sana”.
Kesepakatan Parausorat

Dalam pertemuan dan perundingan delapan mata itu, mereka membicarakan apa dan bagaimana strategi untuk pekabaran Injil ke tanah Batak. Mereka tiba pada kesepakatan untuk membagi pekerjaan pekabaran Injil berdasarkan wilayah. Klammer melayani di Sipirok, Betz melayani di Bungabondar. Sementara itu, van Asselt dan Heine bertugas melayani ke tanah Batak bagian utara. Mereka juga menyepakati pembangunan dalam tiga pilar pelayanan pargodungan (christendom) secara simultan, yaitu: secara serentak membangun gereja, sekolah dan pusat pelayanan kesehatan.
Pertemuan dan kesepakatan di Parausorat itu, merupakan pertemuan yang amat bersejarah. Bersejarah, karena dengan pertemuan itu pekabaran Injil dilakukan secara terorganisir di tanah Batak. Strategi, kesepakan dan pembagian tugas ini menjadikan Injil menyebar dengan cepat. Buktinya,  Klammer mendirikan jemaat Sipirok dan Betz mendirikan jemaat Bungabondar, keduanya pada tahun 1861 itu. Dan pada tahun 1862, van Asselt mendirikan jemaat di Sarulla, sementara Heine mendirikan jemaat Sigompulon.
Pertemuan dan kesepatakan ke-empat pekabar Injil itulah yang kemudian dijadikan sebagai tanggal lahir HKBP. Entah karena kebetulan, nama awal mereka telah turut menginspirasi nama HKBP, yaitu: Heine, Klammer,  Betz, dan P-van Asselt. Kita tahu, huruf v dalam ‘surat Batak’ tidak ada. Kemudian, kalau nenek-moyang kita mengatakan huruf ‘v’, agaknya capek, dan sedikit kurang sopan, karena harus sedikit menjulurkan bibir ke depan (coba saja). Maka nenek moyang kita menyederhanakannya dengan menyebut huruf ‘v’ menjadi ‘p’. Maka, menyebut van Asselt lebih gampang dan lebih pas dengan melafalnya menjadi ‘Pan Asselt’.

Konferensi Pekabar Injil 1905

Pada rapat itu, mereka menyepakati bersama tempat atau daerah yang akan mereka layani. Mereka tidak ingin bekerja dan melayani secara terpisah. Mereka bertekad melayani dengan bersatu padu serta terpadu. Untuk selanjutnya mereka mengadakan rapat tahunan, untuk membicarakan segala sesuatu yang berkaitan dengan usaha dan upaya pekabaran Injil di tanah Batak. Dengan adanya rapat atau konperensi tahunan itu, para pekabar Injil telah mempunyai satu tonggak yang kuat sekaligus sebagai tumpuan mereka dalam melayani di tanah Batak.
Tanggal 7 Oktober ini, kemudian pada Konferensi Pekabar Injil tahun 1905, disepakati oleh peserta dengan menjadikannya sebagai hari jadi atau tanggal lahir HKBP. Tanggal ini dipilih berdasarkan hari pertemuan kesepakatan dan pembagian tugas penginjilan ke empat penginjil, yakni: Heine, Klammer, Betz dan van Asselt yang bertempat di Parausorat, dekat Sipirok. Nama lengkap mereka adalah: Wilhelm Carl Heine, Johann Carl Klammer, Friedrich Wilhelm Gottlieb Betz dan Gerrit van Asselt. Diputuskan juga pada saat konferensi Pekabar Injil itu, bahwa pada setiap tanggal 7 Oktober itulah HKBP merayakan jubileumnya.
 Sebetulnya, setengah tahun sebelum pertemuan 7 Oktober, sebelumnya, tepatnya tanggal 31 Maret 1861, merupakan hari yang sangat bersejarah juga di tanah Batak. Mengapa ? Karena pada tanggal 31 Maret 1861 itulah baptisan pertama dilakukan di tanah Batak. Pada tanggal itulah, Simon Siregar, seorang anak raja, dan Jakobus Pohan Tampubolon, seorang bekas budak yang ditemukan van Asslet di Barus, dibaptiskan. Kedua orang itulah orang Batak yang pertama mengaku Yesus Kristus sebagai Juruselamat. Namun bukan tanggal ini yang dijadikan sebagai hari jadi atau tanggal lahir HKBP.
Lahirnya HKBP tidak dilandaskan pada satu hasil badan zending, tetapi kebersamaan zending RMG dan zending Ermelo (atau ‘gereja bebas’) dari Belanda. Sedikit berbeda dengan pemahaman Pdt A. Panggabean. Menurutnya, pembabtisan pertama adalah tanggal 2 April 1861. Ini merupakan karya penginjilan badan zending, yang disebut dengan “gereja bebas”, yang mengirim 4 orang penginjil, yakni: van Asselt, Damerboer, van Dalen dan Betz).
HKBP Kini dan Masa Mendatang

Maha besar kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kepada kita gereja HKBP secara khusus dan kepada ‘bangso’ Batak secara umum. Hingga Januari 2011 (Lihat: Pdt Ramlan Hutahaean, MTh: Berakar, Dibangun, Tumbuh di Dalam Dia, Kantor Pusat HKBP Pearaja Tarutung, 2011, hl 93), HKBP telah memiliki 4,1 juta jiwa. Jumlah yang sangat luar biasa ini, dilayani di dalam 26 distrik, 614 ressort, 3.226 huria atau jemaat. Selain itu juga terdapat 41 pos pelayanan Injil dan 25 pos pekabaran Injil.
HKBP kini dilayani oleh hamba-hamba Tuhan, dengan 2.590 orang pelayan tahbisan. Mereka terdiri dari 1.470 pendeta, 428 huru huria, 408 bibelvrouw dan 284 diakones. Diperkiran pada penghujung tahun 2011 ini, para hamba Tuhan yang melayani di seluruh HKBP akan mencapai 2.861 orang. 
Selamat berjubileum 150 tahun HKBP. Horas HKBP !
        

Pdt Banner Siburian, MTh
www.bannersiburian.blogspot.com

BUKAN SEMBARANG JANDA


Renungan Minggu Okuli, 27 Maret 2011: 


 

(Pdt Banner Siburian, MTh)


            
          Saudaraku yang kekasih ! Ini kisah nyata saat Yesus melihat sendiri orang banyak memberi uang di peti persembahan di rumah Tuhan. Yesus melihat dan memperhatikan bahwa banyak orang memasukkan persembahannya di sana. Orang kaya juga memasukkan sejumlah uang. Namun, ada juga seorang janda miskin, yang turut memasukkan uang dua peser (nilai nominal uang terkecil saat itu). 

          Apa yang positif dari mereka ? Orang kaya memberi persembahannya. Janda miskin itu juga memberi persembahannya (Markus 12:41-44). Tidak ada yang datang dengan tangan kosong atau memberi amplop kosong tanpa isi. Mereka sama-sama ingat memberi persembahan. Siapapun kita, bagaimanapun keberadaan kita, kaya atau miskin, janganlah sampai lupa dan mengabaikan persembahan di hadapan Tuhan, yang setia memberkati dan mengasihi kita.

          Persembahan orang kaya itu, meski banyak secara nominal atau kuantitas, tidak lantas disanjung-sanjung oleh Yesus. Persembahan janda miskin, meski kecil secara kuantitas, namun tidak disepelekan Yesus. Sebaliknya, justru Yesus melihat adanya perbedaan mutu atau kualitas persembahan. Di mana letaknya ?
                                     
          Simaklah kembali ayat 43-44 ! Di mata Yesus, janda miskin itu lebih banyak memasukkan persembahannya ketimbang orang-orang kaya dan yang lainnya. Wah, bagaimana bisa ? Yesus memberi alasan, bahwa orang banyak itu memberi dari kelimpahannya. Bahasa sederhananya, mereka memberi dari kelebihan hartanya.  Sedangkan janda miskin itu justru memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, bahkan seluruh nafkahnya. 
                                     
          Persembahan itu kualitatif, karena cara, motivasi dan tekadnya memberi. Perhatikanlah sekali lagi ayat 44: dia memberi dari kekurangannya, semua nafkah yang ada padanya. Dia memberi saat dia membutuhkannya. Dia memberi saat dia berkekurangan. Dia memberi dengan tulus serta berserah sepenuhnya ke tangan Tuhan. Dia berani berkorban memberi tanpa kuatir akan masa depannya, sebab dia percaya, masa depannya ada di tangan Tuhan. Dia berani dalam iman dengan membelakangkan perhitungan matematis. Imannya mengalahkan segala akal sehatnya. Luar biasa !   

          Firman ini menyerukan agar setiap orang percaya menyadari betul akan berkat yang tak terhitung yang telah kita terima dari Tuhan. Apa dan seberapapun yang kita persembahkan, sesungguhnya semua itu adalah milik Tuhan, dan belum seberapa dibandingkan dengan berkat yang kita terima. Persembahan kita sejatinya harus seperti Buku Ende 204:2 ”Nasa na nilehonMi, tondi ro di pamatangku. Hosa dohot gogongki, ro di saluhut artangku. Hupasahat i tu Ho, na so unsatonku do”. 

          Janda miskin itu adalah orang tak punya (the haven’t) secara material, namun menjadi orang yang mempunyai (the have) dalam iman. Sebaliknya, orang-orang kaya lain adalah orang-orang yang mempunyai (the have) secara material, namun tidak punya (the haven’t) secara imaniah. Manakah yang kita pilih ? Pilihan etis ini tentu sangat sulit, bukan ? Kita maunya yang enaknya saja: Menjadi manusia the have dalam harta, dan the have dalam iman. Betul, tidak ?

          Saudaraku ! Tidak ada pilihan lain, selain mempersembahkan segenap hidup bagi Tuhan. Di sinilah letak keunggulan janda itu. Sudah janda, miskin lagi. Namun meski janda, hatinya tetap kaya. Dia bukan sembarang janda. Imannya mengalahkan segenap akal sehatnya. Maka kita semua, kaya atau miskin, janganlah memberi persembahan dari kelebihanmu, tetapi dari imanmu yang sejati. Amin ! 
                                     

www.bannersiburian.blogspot.com

Jumat, 04 Maret 2011

MENCARI SKALA PRIORITAS


Renungan Minggu Estomihi, 06 Maret 2011: 


Pdt Banner Siburian, MTh



Saudaraku ! Di desa Betania, adalah dua orang perempuan bersaudara tinggal, yakni Marta dan Maria, beserta seorang saudara laki-laki mereka, yakni Lazarus. Marta mengundang Yesus dan murid-muridnya ke rumahnya. Setelah di rumah, Maria, adik Marta, langsung duduk dekat kaki Yesus dan terus mendengar perkataanNya. Sementara itu, Marta sibuk sekali melayani (Lukas 10:38-42).
Melihat sikap adiknya itu, Marta berkata: Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan  aku melayani seorang diri ? Suruhlah dia membantu aku (ay 40). Yesus menjawab: Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya (ayat 41-42).
Kedua bersaudara perempuan itu memiliki dua cara pandang yang berbeda dalam hal menyambut Yesus. Maria duduk mendengar Yesus, tetapi Marta sibuk mempersiapkan jamuan. Sepintas, Maria memang tidak punya perasaan terhadap Marta. Maria kelihatannya seolah tidak menunjukkan sukacitanya dengan mempersiapkan segala yang perlu untuk menjamu Yesus. Padahal di balik sikap itu, Maria telah mendahulukan yang utama, yakni memakai kesempatan itu dengan seoptimal mungkin untuk sungguh-sungguh mendengarkan Tuhan Yesus. 
Di sisi lain, Marta sibuk. Dia berharap bahwa pelayanannya kepada Yesus menjadi tanda kasihnya kepadaNya. Marta ingin, agar Yesus mengetahui dan melihat niat baiknya itu. Marta ingin melayani, meski Yesus datang bukan untuk dilayani. Marta tidak memakai kesempatan mendengar Yesus. Kesibukannya merembes  dan mengakibatkan kecemburuan pada Maria. Bahkan kecemburuan itu meluas, sebab menurut Marta, Yesus tidak sepatutnya membiarkan Maria demikian. Akibatnya, Marta menjadi kehilangan makna kehadiran Yesus. Memang, keduanya mereka, sama-sama hendak melayani. Tetapi menurut Yesus, secara kualitatif, justru Maria telah memilih yang terbaik (Lukas 10:42). 
Dari Firman ini, kita dapat memetik pesan sejati untuk kita ukir dalam hati.  Pertama : Kita harus berani menentukan skala prioritas dalam hidup ini. Maksudnya ? Utamakan dan dahulukanlah yang terpenting di antara yang penting. Pilihlah yang terbaik di antara yang baik. Melayani Yes. Tetapi kehilangan Firman Tuhan, No. Makan dan minum penting. Tetapi makanan rohani, jauh lebih penting. Jangan sampai karena urusan perut, urusan sorga menjadi terabaikan.   
Kedua : Kesibukan tidak boleh menghambat kita untuk mendengar Firman Allah. Kesibukan tidak boleh diper-ilah. Firman Tuhan harus menjadi yang terutama dan terpenting. Jangan sampai kesibukan membuat kita lupa bergaul dengan Tuhan. Kesibukan bisa di-manage atau dikelola. Tetapi mendengar Firman Tuhan adalah keharusan yang tidak dapat ditawar-tawar. Janganlah menjadi manusia “Susi-Susi” (suka sibuk) tak menentu (si heppot), tetapi kehilangan kesempatan untuk memperoleh yang terutama. Waspadalah orang sibuk. Bijaklah menentukan skala prioritas hidupmu. Jadikanlah Yesus Kristus sebagai gunung batu, tempat perlindungan dan kubu pertahananmu (Mazmur 31:3). Tuhan memberkati saya, saudara dan kita semua. Amin ! 

banner_siburian@yahoo.com

www.bannersiburian.blogspot.com