Pdt Banner Siburian, MTh
Akhir-akhir ini keadaan sosial bangsa kita semakin kacau. Setidaknya kekacauan itu diindikasikan oleh merajalelanya dan menjamurnya korupsi hampir di semua lini. Perpajakan yang telah menaikkan remunerisasi misalnya, ternyata tidak dapat menjadi solusi mencegah suburnya praktek korupsi. Di lembaga kementerian, partai, lembaga pemasyarakatan dan lembaga lainnya menjadi objek untuk memperkaya diri sebagian orang. Belum lagi soal premanisme yang semakin merajalela. Hukum di Negara kita kelihatannya semakin tak bergigi atau mungkin secara sengaja telah ditumpulkan.
Masih adakah masa depan yang lebih cerah bagi setiap warga
di Negara kita tercinta ini ? Masih adakah kemungkinan pemerataan kesejahteraan
bagi setiap warga negara ? Betulkah semua warga Negara sama derajatnya di depan
hukum ? Wah, pertanyaan ini bukan lagi segudang saja, tetapi sudah
bergudang-gudang. Korupsi di Negara kita memang sudah menggurita. Menggurita
sekali !
Satu lagi pertanyaan yang menggelitik adalah: apakah yang dicari orang dalam hidup di dunia
ini ? Dalam Injil Matius 6:19-20
Yesus berfirman: “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat
dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi
kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak
merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya”. Sebanyak-banyaknya harta kita kumpulkan,
tetapi bila Tuhan datang malam ini,
apakah ada gunanya harta itu bagi kita ?
Yesus Kristus mengajarkan, menimbun harta tanpa takut akan
Tuhan adalah kebodohan dan kesia-siaan. Ada seorang kaya dengan tanah yang
berlimpah-limpah hasilnya. Dia tidak lagi mempunyai tempat untuk menyimpan
hasil tanahnya. Lalu dia berkata di
dalam dirinya: “Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk
bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan
bersenang-senanglah” (Lukas 12:16-21). Lalu Tuhan mengambil jiwanya. Untuk apa
dan siapakah itu semua ?
Mau diperuntukkan dan mau ke manakah harta Gayus Tambunan,
Nazaruddin, Angelina Sondakh, Rosa, Dhana Widyatmika dan sederetan orang yang
masih antri akan terbongkar ? Mereka sebetulnya sedang antri membangun lumbung yang
bocor dan dompet yang bolong.
Ternyata ada pergeseran makna hidup bagi masyarakat
sekarang ini. Makna hidup diukur dari seberapa banyak mereka mempunyai (“how
much do they have”). Sejatinya makna hidup diukur dari seberapa jauh kita boleh
memberi dan menolong orang lain (“hom much do we give and help”). Kita sedang
menonton pentas para pelaku-pelaku degradasi moral. Iman percaya manusia belum memiliki
pengaruh atau hubungan langsung dengan praktek hidup sehari-hari. Budaya malu
melakukan perbuatan tercela semakin terkikis. Padahal, orang yang tidak tahu
malu adalah orang abnormal, bukan ?
Mewaspadai Kesia-siaan dalam Hidup
Bila kita belajar dari kitab Pengkhotbah,maka hidup yang
hedonis, kemerosotan moral dan perilaku sosial di atas haruslah diwaspadai.
Kewaspadaan itu dimulai dengan kesungguhan untuk belajar hikmat dan pengajaran
Allah. Hedonisme, kemerosotan moral mengambil jalan hidup menuju kesia-siaan.
Mereka hidup bagai menjaring angin.
Kita memang tidak boleh hidup dengan pesimis. Setiap orang
harus mencari hikmat dari Allah agar dapat melihat dan menggapai nilai-nilai
yang tetap dan kekal, sehingga hidup yang kita lakoni ini kita jalani dengan
nikmat, bahagia dan tenteram. Mengapa ? Karena hari ini kita bisa senang, namun
besok sudah terancam. Hari ini seseorang bisa jaya, tetapi besok sudah tercela
dan terperdaya serta terpenjara.
Alkitab memang bukan anti kesenangan, harta, uang dan
kekayaan. Tuhan tidak mengajarkan agar kita menjauhi itu semua. Tetapi kekayaan
yang diperoleh dengan cara yang haram adalah kekayaan yang sia-sia. Uang dan
harta yang diperoleh tanpa solidaritas yang tinggi, menjadikan hidup bagaikan berusaha
menjaring angin.
Alkitab mengingatkan: “Siapa mencintai uang tidak akan
puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan
penghasilannya. Inipun sia-sia. Dan kekayaan itu binasa oleh kemalangan,
sehingga tak ada suatu pun padanya untuk anaknya. Sebagaimana ia keluar dari
kandungan ibunya, demikian juga ia akan pergi, telanjang seperti ketika ia datang.
Apakah keuntungan orang tadi yang berlelah-lelah menjaring angin ? Malah
sepanjang umurnya ia berada dalam kegelapan dan kesedihan, mengalami banyak
kesusahan, penderitaan dan kekesalan” (Pengkhotbah 5:9, 13-16).
Jadikan Hidupmu Bermakna
Hidup kita ini memang sebentar saja dan terbatas. Namun
meski sebentar dan terbatas, justru kita termotivasi menjadikan hidup yang
terbatas dan sebentar tersebut jangan sampai berlalu dengan sia-sia. Ini hanya
mungkin didengar dan dilakukan oleh orang-orang yang berhikmat dan setia
mencari pengajaran Tuhan.
Wahai para koruptor, berbaliklah dan bertobatlah. Selagi
hari masih siang, bergegeslah mencari hikmat dan pengajaran Tuhan. Makna hidup
bukan diukur dari sejauh mana dan seberapa banyak orang memiliki. Makna hidup
yang sejati diukur dari sejauh mana dan seberapa banyak orang berbuat dan
memberi serta mewujudkan solidaritas dengan sesama. Langit akan cerah, saat
kita semua berkarya untuk kemaslahatan dan kesejahteraan semua umat Tuhan.
Dahulu, Tuhan telah
membawa orang Israel ke negeri yang dijanjikanNya. Mereka diberi kota-kota yang
besar dan baik yang bukan mereka dirikan. Rumah mereka penuh berbagai barang yang baik,
tetapi bukan mereka yang mengisinya, sumur-sumur yang bukan
mereka gali, juga kebun-kebun anggur dan kebun-kebun zaitun yang tidak
mereka tanami. Kini, janganlah sekali-kali melupakan dan mengabaikan Tuhan,
Pemilik dan Pencipta semuanya (Ulangan
6:10-12).
Jadikanlah hidupmu bermakna. Jangan sampai hidup kita
jatuh ke dalam kesia-siaan. Marilah kita kedepankan karakter suka berbagi.
Janganlah seperti lintah yang tamak, tidak pernah berkata cukup, akhirnya
membawa kejatuhan dan kematian bagi dirinya
(Amsal 30:15). Jangan sampai hidup bagaikan hidup menjaring angin.-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar