( Pdt Banner Siburian, MTh )
Saudaraku ! Tuhan telah memenuhi janjiNya memberikan tanah Kanaan bagi bangsa Israel. Tanah itu, ternyata sebelumnya telah dihuni oleh bangsa-bangsa lain, seperti orang Amon, orang Filistin, orang Moab, orang Sidon dan orang Aram. Umumnya, mereka menyembah dewa Baal, khususnya dewi Asytoret, yang dikenal dengan dewi kemakmuran. Mereka mempercayai bahwa, tanah Kanaan itu amat subur sekaligus berlimpah susu dan madu, adalah sebagai berkah yang mereka terima dari dewi kemakmuran tersebut.
Sebelum memasuki tanah Kanaan, bangsa Israel pada dasarnya hidup secara nomaden. Mereka hidup berpindah-pindah dari satu daerah ke daerah yang lain. Belum ada lahan pertanian yang subur untuk dijadikan sebagai tempat tinggal menetap, sekaligus sebagai lahan yang menjanjikan dalam mencari nafkah. Daerah gurun semuanya amat gersang. Karena itu amat wajar, bila mereka sungguh amat terkesima melihat suburnya tanah Kanaan tersebut.
Uniknya, mereka mendengar dari penduduk sekitar bahwa kesuburan itu adalah berkat dewi kesuburan. Kesuburan tanah merupakan akibat dari ketaatan mereka kepada dewa. Maka mereka mulai “main mata” dengan ilah-ilah penduduk setempat. Nampaknya, baal dan dewi Asytoret lebih patut untuk dipuji, ketimbang Tuhan Allah yang mereka rasa “tak berkuasa” memberi kemakmuran. Mereka pun berpaling dari Allah, lalu menyembah ilah-ilah bangsa Kanaan. Mereka mengikuti langgam kehidupan orang Kanaan. Mereka sudah lupa kepada Allah yang belum lama telah mengeluarkan mereka dari perbudakan, sekaligus menghantarkan mereka ke tanah Kanaan, tanah perjanjian. Wah !
Tindakan bangsa Israel itu ternyata membuat mereka semakin menderita. Lama-kelamaan mereka terhimpit oleh bangsa-bangsa Kanaan. Mereka menghadapi kesukaran besar. Mereka berseru kepada Tuhan. Tetapi Tuhan sudah murka. Tuhan menawarkan, biarlah mereka berpaling kepada ilah-ilah. Biarlah ilah itu pula yang menolong mereka dalam kesukaran. Bangsa Israel sadar, mereka telah berdosa. Ilah Kanaan tak sanggup menolong mereka. Mereka sadar, taat kepada Allah membuat mereka kuat. Sebaliknya, ingkar dari Allah membuat mereka lemah tak berdaya. Maka mereka berseru dengan sepenuh hati kepada Allah. Seruan itu ditindaklanjuti dengan sikap bertobat yang radikal, yakni membuang segala patung berhala, lalu datang menghadap dan menyembah Allah (ayat 16).
Bangsa Israel telah hidup terkontaminasi dengan langgam hidup orang Kanaan, namun Tuhan “tak dapat” menyembunyikan kasihNya atas mereka. Meski telah kehilangan jati-diri karena kemakmuran alam, namun Tuhan tetap menyambut mereka. Sekarang pun, Tuhan mengutus kita hidup di bumi lancang kuning ini, dalam realitas pluralitas yang berbeda, agama yang berbeda, suku, budaya, penyembahan dan iman yang berbeda. Kiatnya, tetaplah berseru kepada Tuhan. Tetapi awas, jangan sampai kita berdosa dengan terbawa arus untuk beralih iman. Singkatnya: Jangan sampai terkontaminasi. Sekali lagi: Jangan sampai terkontaminasi. Amin !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar