Selasa, 19 Oktober 2010

Jangan Munafik !


Renungan Minggu Trinitatis, 30  Mei 2010: 

Janganlah Hidupmu Munafik ! 

          Saudaraku yang kekasih ! Kita semua pasti membenci kemunafikan. Munafik itu “kue” apa, ya ? Lain di bibir lain di hati. Sok menjadi orang kudus dan suci, tetapi hatinya bak harimau. Kelihatannya amat alim, ternyata menyimpan segudang rasa dendam. Ramah menyapa, tetapi hati membara. Seolah tidak perlu uang, tetapi gemar minta-minta atau menjadi pengemis kelas tinggi. Anehnya, hal itu tidak lagi dianggap sebagai sebuah perilaku yang memalukan dan menjijikkan. Mudah meneteskan air mata, tetapi sigap juga untuk balik menyumpahi. Berdoa panjang-panjang, tetapi ngerumpinya juga jauh lebih panjang. Dasar munafik !  

          Dalam bahasa Yunani, munafik itu disebut dengan “hypocrite”. Intinya adalah adanya perilaku yang dikotomis atau yang mendua dalam diri seseorang. Perilaku dikotomis itu bertentangan satu sama lain. Manusia seperti itu memiliki dua wajah. Tetapi bukan berarti ada dua wajahnya. Maksudnya satu wajah juga, tetapi memiliki penampilan yang ganda. Lain wajah untuk ke gereja, lain pula wajah untuk berjualan. Ada wajah khusus bila ketemu dengan pendeta, dan lain lagi wajah  (biasanya lebih asli) bila ketemu dengan orang lain. Mirip seperti ungkapan para penyair: bagaikan singa berbulu ayam, atau harimau berbulu domba. 

          Yesus menyebut orang seperti itu sebagai “RAGI ORANG FARISI” (ay 1 dalam Lukas 12:1-12). Raginya tidak kelihatan, tetapi mempengaruhi. Bayangkan ! Orang banyak datang beribu-ribu. Mereka berdesak-desakan dan berkerumun mendengar pengajaran Yesus. Eh ternyata, ada udang di balik batu. Ada maksud tersembunyi di balik kedatangan mereka (simak ayat 1b-3). Niat tersembunyi itulah yang dimaksud Yesus dengan RAGI. Tetapi Yesus selanjutnya mengatakan, tidak akan ada yang tidak dibuka. Tidak akan ada yang tersembunyi. Tidak akan ada yang tidak diketahui. Yang dikatakan dalam gelap pun akan kedengaran dalam terang. Semua akan terbongkar. 
                                     
             Ada 2 kiat mengatasi kemunafikan. Pertama: Takut akan Tuhan (ay 4-7). Kemunafikan terjadi sebagai pertanda tidak lagi takut akan Tuhan. Tidak takut akan Tuhan, itu berarti kita sedang membangun jurang maut bagi kita. Kemunafikan itu sendiri adalah maut. Pantas ada nasehat: Mulutmu adalah harimaumu. Dengan takut akan Tuhan, maka maut akan disingkirkanNya. Kita aman dan nyaman di dalam Dia. Burung pipit yang sudah dijual saja tetap dipelihara dan diingat Tuhan. Apalagi kita ? Rambut kita saja sudah dihitung olehNya untuk dipelihara. Kita tak pernah sanggup menghitung rambut sendiri. Menghitung triliunan kita bisa. Ironis sekali, bukan ? 

          Kiat kedua : Mengakui Kristus di depan umum (ay 8-12). Bahasa praktisnya mengaku dan berbicara sejujurnya. Siapa mengakui Anak Manusia di depan manusia, Anak Manusia akan mengakuinya. Siapa menyangkal Allah, dia juga akan disangkal kelak. Itu sebabnya, menghujat Roh Kudus tidak dapat lagi diampuni (ay 10). Pengakuan kita akan Kristus tidak boleh lagi berbeda. Pengakuan kita di hadapan pemerintah dan di hadapan Allah harus sama. Pengakuan kita di hadapan penguasa dan di hadapan Allah juga harus sama. Bila demikian, betullah kita mencari Juruselamat; bukan mencari jurus-selamat dengan ber-ilmu selamat dunia. Amin !  

 

Pdt Banner Siburian, MTh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar