Pecahnya Perang Hidayat
Perang Banjar pecah di Kalimantan tahun 1859. Pangeran Hidayat, pemimpin rakyat Banjar melakukan perlawanan besar kepada kolonial Belanda. Pasalnya, Belanda berniat mengukuhkan seorang calon sultan yang tidak dikehendaki rakyat. Maksudnya: Sultan boneka belanda. Maka terjadilah perang. Dan ternyata, perang itu berakibat sangat fatal terhadap masa depan dan kelangsungan penginjilan di sana .
Perang itu lama-lama semakin meluas. Awalnya perang itu hanya memancing kebencian kepada kolonial Belanda, namun kemudian meluas menjadi kebencian kepada bangsa Eropah pada umumnya. Missi zending Rheinisce Mission Gesellschaft (RMG) dari Jerman pun ikut kena batunya. Dalam perang Hidayat itu, tiga orang Pekabar Injil dari Jerman tewas terbunuh. Yang lain mengungsi, termasuk Klammer.
Pekerjaan RMG di Kalimantan menjadi tertimpa bencana. Maka, pimpinan RMG di Jerman saat itu, Dr Friedrich Fabri melakukan kunjungan ke Belanda. Di Belanda Friedrich Fabri bertemu dengan van der Tuuk, seorang ahli di negara Belanda yang banyak menulis tentang ke-Batak-an. Van der Tuuk memberi masukan kepada Dr Fabri, agar turut mempertimbangkan tanah Batak sebagai wilayah penginjilan mereka, khususnya yang ada di daerah Sipirok.
Memutar Haluan Penginjilan
Mengingat kondisi Kalimantan yang sudah tidak memungkinkan lagi untuk meneruskan pelayanan penginjilan, maka Tuhan menggerakkan hati dan pikiran Dr Friedrich Fabri untuk memutar haluan ke tanah Batak. Lalu RMG mengutus dua orang pekabar Injil ke tanah Batak, yakni Johann Carl Klammer dan Wilhelm Carl Heine (Di sini perlu pendalaman lebih lanjut. Dr Jan S Aritonang, menyebut bahwa dua zendeling RMG itu adalah Klammer dan Betz, dalam bukunya: Sejarah Pendidikan Kristen, BPK-GM, Jakarta, 1988, hl 147).
Sebelumnya pekabar Injil dari Belanda telah ada melayani di tanah Batak. Lalu Heine dan Klammer menemui mereka di sana , yakni van Asselt dan Betz. Mereka bertemu pada tanggal 7 Oktober 1861 di Parausorat (Bukan tahun 1863, seperti ditulis oleh Th van den End dalam: Harta Dalam Bejana (Sejarah Gereja Ringkas), BPK-GM, 1987, hl 263). Pada pertemuan itu mereka menggumuli secara khusus Kitab Mika 4:1 yang mengatakan: “ Gunung rumah TUHAN akan berdiri tegak mengatasi gunung-gunung dan menjulang tinggi di atas bukit-bukit; bangsa-bangsa akan berduyun-duyun ke sana ”.
Kesepakatan Parausorat
Dalam pertemuan dan perundingan delapan mata itu, mereka membicarakan apa dan bagaimana strategi untuk pekabaran Injil ke tanah Batak. Mereka tiba pada kesepakatan untuk membagi pekerjaan pekabaran Injil berdasarkan wilayah. Klammer melayani di Sipirok, Betz melayani di Bungabondar. Sementara itu, van Asselt dan Heine bertugas melayani ke tanah Batak bagian utara. Mereka juga menyepakati pembangunan dalam tiga pilar pelayanan pargodungan (christendom) secara simultan, yaitu: secara serentak membangun gereja, sekolah dan pusat pelayanan kesehatan.
Pertemuan dan kesepakatan di Parausorat itu, merupakan pertemuan yang amat bersejarah. Bersejarah, karena dengan pertemuan itu pekabaran Injil dilakukan secara terorganisir di tanah Batak. Strategi, kesepakan dan pembagian tugas ini menjadikan Injil menyebar dengan cepat. Buktinya, Klammer mendirikan jemaat Sipirok dan Betz mendirikan jemaat Bungabondar, keduanya pada tahun 1861 itu. Dan pada tahun 1862, van Asselt mendirikan jemaat di Sarulla, sementara Heine mendirikan jemaat Sigompulon.
Pertemuan dan kesepatakan ke-empat pekabar Injil itulah yang kemudian dijadikan sebagai tanggal lahir HKBP. Entah karena kebetulan, nama awal mereka telah turut menginspirasi nama HKBP, yaitu: Heine, Klammer, Betz, dan P-van Asselt. Kita tahu, huruf v dalam ‘surat Batak’ tidak ada. Kemudian, kalau nenek-moyang kita mengatakan huruf ‘v’, agaknya capek, dan sedikit kurang sopan, karena harus sedikit menjulurkan bibir ke depan (coba saja). Maka nenek moyang kita menyederhanakannya dengan menyebut huruf ‘v’ menjadi ‘p’. Maka, menyebut van Asselt lebih gampang dan lebih pas dengan melafalnya menjadi ‘Pan Asselt’.
Konferensi Pekabar Injil 1905
Pada rapat itu, mereka menyepakati bersama tempat atau daerah yang akan mereka layani. Mereka tidak ingin bekerja dan melayani secara terpisah. Mereka bertekad melayani dengan bersatu padu serta terpadu. Untuk selanjutnya mereka mengadakan rapat tahunan, untuk membicarakan segala sesuatu yang berkaitan dengan usaha dan upaya pekabaran Injil di tanah Batak. Dengan adanya rapat atau konperensi tahunan itu, para pekabar Injil telah mempunyai satu tonggak yang kuat sekaligus sebagai tumpuan mereka dalam melayani di tanah Batak.
Tanggal 7 Oktober ini, kemudian pada Konferensi Pekabar Injil tahun 1905, disepakati oleh peserta dengan menjadikannya sebagai hari jadi atau tanggal lahir HKBP. Tanggal ini dipilih berdasarkan hari pertemuan kesepakatan dan pembagian tugas penginjilan ke empat penginjil, yakni: Heine, Klammer, Betz dan van Asselt yang bertempat di Parausorat, dekat Sipirok. Nama lengkap mereka adalah: Wilhelm Carl Heine, Johann Carl Klammer, Friedrich Wilhelm Gottlieb Betz dan Gerrit van Asselt. Diputuskan juga pada saat konferensi Pekabar Injil itu, bahwa pada setiap tanggal 7 Oktober itulah HKBP merayakan jubileumnya.
Sebetulnya, setengah tahun sebelum pertemuan 7 Oktober, sebelumnya, tepatnya tanggal 31 Maret 1861, merupakan hari yang sangat bersejarah juga di tanah Batak. Mengapa ? Karena pada tanggal 31 Maret 1861 itulah baptisan pertama dilakukan di tanah Batak. Pada tanggal itulah, Simon Siregar, seorang anak raja, dan Jakobus Pohan Tampubolon, seorang bekas budak yang ditemukan van Asslet di Barus, dibaptiskan. Kedua orang itulah orang Batak yang pertama mengaku Yesus Kristus sebagai Juruselamat. Namun bukan tanggal ini yang dijadikan sebagai hari jadi atau tanggal lahir HKBP.
Lahirnya HKBP tidak dilandaskan pada satu hasil badan zending, tetapi kebersamaan zending RMG dan zending Ermelo (atau ‘gereja bebas’) dari Belanda. Sedikit berbeda dengan pemahaman Pdt A. Panggabean. Menurutnya, pembabtisan pertama adalah tanggal 2 April 1861. Ini merupakan karya penginjilan badan zending, yang disebut dengan “gereja bebas”, yang mengirim 4 orang penginjil, yakni: van Asselt, Damerboer, van Dalen dan Betz).
HKBP Kini dan Masa Mendatang
Maha besar kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kepada kita gereja HKBP secara khusus dan kepada ‘bangso’ Batak secara umum. Hingga Januari 2011 (Lihat: Pdt Ramlan Hutahaean, MTh: Berakar, Dibangun, Tumbuh di Dalam Dia, Kantor Pusat HKBP Pearaja Tarutung, 2011, hl 93), HKBP telah memiliki 4,1 juta jiwa. Jumlah yang sangat luar biasa ini, dilayani di dalam 26 distrik, 614 ressort, 3.226 huria atau jemaat. Selain itu juga terdapat 41 pos pelayanan Injil dan 25 pos pekabaran Injil.
HKBP kini dilayani oleh hamba-hamba Tuhan, dengan 2.590 orang pelayan tahbisan. Mereka terdiri dari 1.470 pendeta, 428 huru huria, 408 bibelvrouw dan 284 diakones. Diperkiran pada penghujung tahun 2011 ini, para hamba Tuhan yang melayani di seluruh HKBP akan mencapai 2.861 orang.
Selamat berjubileum 150 tahun HKBP. Horas HKBP !
Pdt Banner Siburian, MTh
E-mail: banner_siburian@yahoo.com
www.bannersiburian.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar